Artikel
Berani Unggah Ujaran Kebencian, Siap-siap Dihukum 6 Tahun Penjara
07 July 2022
MASIHKAH teringat
pada pernyataan yang diluncurkan seorang pegiat media sosial Edy Mulyadi
beberapa bulan lalu? Saat itu, Edy menyatakan ketidaksetujuannya mengenai
pemindahan ibu kota negara Indonesia. Sayangnya Edy meluncurkan kalimat yang
menyinggung sekelompok orang. Akibat pernyataan itu, Edy terancam hukuman
penjara selama 10 tahun.
Peristiwa yang menyeret Edy itu mengingatkan kita untuk berhati-hati berkomentar, baik secara langsung di depan forum, media sosial, maupun media elektronik. Pernyataan Edy menarik perhatian banyak orang dan komentar di awal 2022. Beberapa kelompok masyarakat pun menggiring kasus itu ke kepolisian. Setelah proses hukum, penyidik Polri pun menetapkan Edy sebagai tersangka kasus ujaran kebencian.
Kasus yang menyeret Edy itu hanya satu dari 33 perkara ujaran kebencian yang ditangani kepolisian sejak awal tahun hingga Mei 2022. Cara penyampaian ujaran kebencian yang dilaporkan ke kepolisian pun beragam. Ada yang melalui pernyataan langsung, di depan forum, media sosial, maupun media elektronik.
Pengguna media sosial harus berhati-hati agar tak senasib dengan
Edy Mulyadi. Sebab, apapun yang warganet unggah di akun media sosial pastinya
mendapat perhatian, baik dari sesame pengguna media sosial maupun kepolisian.
Bahkan, kepolisian berbekal Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 dapat
menindak warganet yang mengunggah ujaran kebencian di akun masing-masing maupun
di media elektronik, atau di depan forum.
“Ujaran
kebencian dapat mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi,
dan kekerasan,”
demikian tertulis dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015
Bahkan, hanya bermula dari sebuah unggahan, dampak paling buruk
berpotensi terjadi yaitu pembantaian. Tentunya hal itu dapat merusak kerukunan,
persatuan, dan kesatuan bangsa.
Dalam KUHP, ujaran kebencian berupa penghinaan, pencemaran nama
baik, penistaan, perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan
menyebarkan berita bohong. Warga yang merasa menjadi korban dapat melaporkan
hal tersebut ke kepolisian. Penyidik dapat menerapkan aturan dalam KUHP Pasal
156, Pasal 157, Pasal 310, maupun Pasal 311. Ancaman hukuman untuk orang yang
menyebarkan ujaran kebencian yaitu paling lama empat tahun.
Hukum Indonesia juga memiliki Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 28 jis Pasal 45 ayat
(2), orang yang menyebarkan berita bohong, menyesatkan, dan menimbulkan rasa
kebencian maupun permusuhan dapat dipidana penjara paling lama enam tahun.
Tindak pidana ujaran kebencian meningkat empat kali lipat
Polri bekerja sama dengan berbagai pihak berupaya menjaga dan
menciptakan keamanan serta kenyamanan masyarakat Indonesia. Salah satunya
kenyamanan berpendapat dan penggunaan media sosial. Jangan sampai, kebebasan
berpendapat dapat berujung pada ketidaknyamanan, kerusuhan, kebencian, bahkan
huru hara.
Salah satu yang diantisipasi kepolisian dari penggunaan media
sosial adalah unggahan yang merujuk pada ujaran kebencian. Terlebih, pengguna
media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta jiwa per Januari 2022, atau
setara dengan 68,9 persen dari jumlah total warga Indonesia. Data itu diunggah www.suara.com dari hasil riset DataReportel.
“Itu sebagai perbandingan dengan jumlah penduduk Indonesia kini
mencapai 277,7 juta jiwa hingga Januari 2022,” demikian tertulis dalam artikel
berjudul Jumlah Pengguna Media Sosial Indonesia Capai 191,4 Juta per 2022.
Di lain sisi, jumlah tindak pidana ujaran kebencian meningkat.
Mulai Januari hingga Mei 2022, data dari Robinopsnal Bareskrim Polri
menunjukkan kepolisian menindak 33 kasus ujaran kebencian. Penindakan paling
banyak terjadi pada Januari 2022 yaitu 10 kasus. Sedangkan satuan kerja yang
melakukan penindakan paling banyak yaitu Polda Sumatra Utara sebanyak 8 kasus.
Jumlah tersebut empat kali lebih banyak dibandingkan penindakan
yang dilakukan kepolisian pada Januari sampai Mei 2022 yaitu dua perkara. Hanya
Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya yang melaporkan menindak kasus ujaran
kebencian di rentang waktu tersebut.
Bila merujuk pada data Robinopsnal, jumlah tindak pidana ujaran
kebencian dari tahun ke tahun cenderung menurun. Pada 2019, kepolisian menindak
104 perkara. Angka tersebut menurun pada 2020 menjadi 53 perkara. Lalu di 2021,
jumlah penindakan menjadi 14 perkara.
Laporan mengenai ujaran kebencian lebih banyak dilaporkan dan ditindak Bareskrim Polri. Namun jumlahnya menurun dari 2019 ke 2021.
Pusiknas Bareskrim Polri juga memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---