Artikel

Berani Unggah Ujaran Kebencian, Siap-siap Dihukum 6 Tahun Penjara

MASIHKAH teringat pada pernyataan yang diluncurkan seorang pegiat media sosial Edy Mulyadi beberapa bulan lalu? Saat itu, Edy menyatakan ketidaksetujuannya mengenai pemindahan ibu kota negara Indonesia. Sayangnya Edy meluncurkan kalimat yang menyinggung sekelompok orang. Akibat pernyataan itu, Edy terancam hukuman penjara selama 10 tahun.


Peristiwa yang menyeret Edy itu mengingatkan kita untuk berhati-hati berkomentar, baik secara langsung di depan forum, media sosial, maupun media elektronik. Pernyataan Edy menarik perhatian banyak orang dan komentar di awal 2022. Beberapa kelompok masyarakat pun menggiring kasus itu ke kepolisian. Setelah proses hukum, penyidik Polri pun menetapkan Edy sebagai tersangka kasus ujaran kebencian.

Kasus yang menyeret Edy itu hanya satu dari 33 perkara ujaran kebencian yang ditangani kepolisian sejak awal tahun hingga Mei 2022. Cara penyampaian ujaran kebencian yang dilaporkan ke kepolisian pun beragam. Ada yang melalui pernyataan langsung, di depan forum, media sosial, maupun media elektronik.


Pengguna media sosial harus berhati-hati agar tak senasib dengan Edy Mulyadi. Sebab, apapun yang warganet unggah di akun media sosial pastinya mendapat perhatian, baik dari sesame pengguna media sosial maupun kepolisian. Bahkan, kepolisian berbekal Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 dapat menindak warganet yang mengunggah ujaran kebencian di akun masing-masing maupun di media elektronik, atau di depan forum.

 

Ujaran kebencian dapat mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, dan kekerasan,” demikian tertulis dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015

 

Bahkan, hanya bermula dari sebuah unggahan, dampak paling buruk berpotensi terjadi yaitu pembantaian. Tentunya hal itu dapat merusak kerukunan, persatuan, dan kesatuan bangsa.

 

Dalam KUHP, ujaran kebencian berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong. Warga yang merasa menjadi korban dapat melaporkan hal tersebut ke kepolisian. Penyidik dapat menerapkan aturan dalam KUHP Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, maupun Pasal 311. Ancaman hukuman untuk orang yang menyebarkan ujaran kebencian yaitu paling lama empat tahun.

 

Hukum Indonesia juga memiliki Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 28 jis Pasal 45 ayat (2), orang yang menyebarkan berita bohong, menyesatkan, dan menimbulkan rasa kebencian maupun permusuhan dapat dipidana penjara paling lama enam tahun.

 



Tindak pidana ujaran kebencian meningkat empat kali lipat

Polri bekerja sama dengan berbagai pihak berupaya menjaga dan menciptakan keamanan serta kenyamanan masyarakat Indonesia. Salah satunya kenyamanan berpendapat dan penggunaan media sosial. Jangan sampai, kebebasan berpendapat dapat berujung pada ketidaknyamanan, kerusuhan, kebencian, bahkan huru hara.

 

Salah satu yang diantisipasi kepolisian dari penggunaan media sosial adalah unggahan yang merujuk pada ujaran kebencian. Terlebih, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta jiwa per Januari 2022, atau setara dengan 68,9 persen dari jumlah total warga Indonesia. Data itu diunggah www.suara.com dari hasil riset DataReportel.

 

“Itu sebagai perbandingan dengan jumlah penduduk Indonesia kini mencapai 277,7 juta jiwa hingga Januari 2022,” demikian tertulis dalam artikel berjudul Jumlah Pengguna Media Sosial Indonesia Capai 191,4 Juta per 2022.

 



Di lain sisi, jumlah tindak pidana ujaran kebencian meningkat. Mulai Januari hingga Mei 2022, data dari Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian menindak 33 kasus ujaran kebencian. Penindakan paling banyak terjadi pada Januari 2022 yaitu 10 kasus. Sedangkan satuan kerja yang melakukan penindakan paling banyak yaitu Polda Sumatra Utara sebanyak 8 kasus.

 

Jumlah tersebut empat kali lebih banyak dibandingkan penindakan yang dilakukan kepolisian pada Januari sampai Mei 2022 yaitu dua perkara. Hanya Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya yang melaporkan menindak kasus ujaran kebencian di rentang waktu tersebut.


Bila merujuk pada data Robinopsnal, jumlah tindak pidana ujaran kebencian dari tahun ke tahun cenderung menurun. Pada 2019, kepolisian menindak 104 perkara. Angka tersebut menurun pada 2020 menjadi 53 perkara. Lalu di 2021, jumlah penindakan menjadi 14 perkara.

 

Laporan mengenai ujaran kebencian lebih banyak dilaporkan dan ditindak Bareskrim Polri. Namun jumlahnya menurun dari 2019 ke 2021.


Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri juga memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---