Artikel
Butuh Keberanian untuk Laporkan KDRT
14 November 2022

BERULANG kali muncul pendapat yang menyebutkan kasus kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) bagaikan fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan tak
sebanyak kasus yang tidak dilaporkan ke kepolisian serta Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Di Indonesia, KDRT ditindak dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang penghapusan KDRT (PKDRT). Kepolisian menjadi lembaga yang menindak
kasus KDRT secara hukum sesuai UU PKDRT. Penindakan tersebut berkolaborasi
dengan Kemen PPPA, termasuk upaya pencegahannya.
Data e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menyebutkan kepolisian menindak
5.271 kasus KDRT sejak awal tahun. Kekerasan meliputi fisik, seksual,
penelantaran, hingga bentuk kekerasan lain.
Sementara Kemen PPPA menangani 19.150 kasus KDRT mulai 1 Januari sampai 11
Oktober 2022. Kasus-kasus tersebut dilayani dalam bentuk pengaduan,
pendampingan kesehatan, penegakan hukum, hingga pendampingan tokoh agama.
Butuh keberanian besar untuk melapor
Asisten
Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Valentina Gintings mengingatkan
bahwa KDRT bukanlah aib. Bila ada perempuan dalam sebuah keluarga, atau
anak-anak, yang menjadi korban KDRT, sebaiknya segera melapor ke polisi atau
Kemen PPPA. Keluarga pun baiknya memberikan dukungan dan bantuan secara moril
kepada korban.
Kekerasan
itu berupa perbuatan tak menyenangkan yang dialami orang dalam sebuah lingkup
rumah tangga. Perbuatan itu menimbulkan dampak kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga.
“Kebanyakan
kasus KDRT terjadi karena faktor ekonomi. Apalagi di masa pandemi ini, tren
kasus dan angka laporan KDRT meningkat drastis. Bisa dikatakan kenaikan angka
laporan itu berarti masyarakat sudah bisa lebih aware dan berani speak
up,” ujar Valentina dikutip dari artikel berjudul KDRT Bukanlah Aib,
Kementerian PPPA Jamin Perlindungan Privasi Korban di laman www.jawapos.com.
Valentina
mengakui masih banyak korban yang tak mau melaporkan KDRT. Sebab, mereka takut
mendapat ancaman. Terlebih, adanya anggapan yang menyebutkan KDRT sebagai aib
keluarga yang tak perlu diketahui orang lain.
“Melaporkan
kasus KDRT itu tak mudah. Butuh keberanian yang besar. Tapi, tidak perlu takut
karena siapa saja yang berani melapor, perlindungan hak privasinya terjamin,”
terang Valentina.
Korban minim pengetahuan
Fenomena
KDRT membuat dokter spesialis forensik dr Edy Suharto mengakui pernyataan
tentang KDRT layaknya fenomena gunung es. Dokter Edy mengungkapkan jumlah
korban KDRT cukup banyak melakukan visum di instalasi rawat darurat (IRD) RSUD
Syamrabu Bangkalan, Jawa Timur.
Tapi, ia
memperkirakan masih banyak korban yang memilih diam daripada melakukan visum
atau melapor ke polisi. Sebab, lanjutnya, masih banyak perempuan yang minim
pengetahuan dan kesadaran tentang hukum.
“Usaha
penghapusan KDRT cukup sulit karena merupakan urusan internal rumah tangga dan
dianggap memalukan jika diketahui banyak orang,” ujar Dokter Edy dikutip dari
artikel berjudul KDRT Seperti Fenomena Gunung Es di laman www.radarmadura.jawapos.com.
Dokter Edy
mengatakan pemerintah sudah melakukan upaya penghapusan KDRT. Salah satunya
dengan menerbitkan dan memberlakukan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT. Namun, masalah KDRT belum sepenuhnya hilang.
Polri beri perhatian khusus
Perempuan
dan anak menjadi kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban KDRT. Di aplikasi e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri, perempuan yang menjadi korban KDRT jauh
lebih banyak ketimbang laki-laki. Data menunjukkan jumlah perempuan yang
menjadi korban sebanyak 4.218 orang, sedangkan laki-laki sebanyak 408. orang. Data
itu didapat dari 1 Januari sampai 11 Oktober 2022.
Lantaran
itu, Kapolri Jenderal Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si memberikan perhatian
khusus pada perlindungan perempuan dan anak dari tindak kejahatan, termasuk
kekerasan dalam rumah tangga. Kapolri terus berkoordinasi meningkatkan status
unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) di Bareskrim menjadi direktorat.
Direktorat
itu akan memaksimalkan pelayanan untuk melindungi perempuan dan anak, terutama
korban kekerasan. Nantinya, kata Kapolri, sebagian besar polisi wanita bertugas
di direktorat tersebut.
“Sehingga
korban yang akan melaporkan akan merasa nyaman, dan tentunya juga ada
pendampingan psikologi, dan juga didampingi polisi-polisi wanita. Sehingga,
betul-betul bisa memberikan perlindungan,” ungkap Kapolri dalam rilis akhir
tahun 2021 di Mabes Polri, Jakarta.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki
sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan
informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan
data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri
yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan
Tepercaya ---