Artikel
Demo Boleh, Tapi Jangan Tinggalkan Jejak Kerusakan
04 September 2025
11 September 2025Ngeri, Rentetan Kasus Mutilasi di Jawa Timur
21 February 2025Ratusan Anak Terlibat Tindak Kriminal sejak Awal Tahun 2025
SEJAK Senin, 25 Agustus 2025, jalanan Jakarta dipenuhi massa. Ribuan orang turun ke jalan menyuarakan tuntutan kepada pemerintah. Namun di balik semangat menuntut perubahan, terselip kisah yang mencederai: sejumlah fasilitas umum ikut jadi korban.
Presiden Prabowo Subianto menanggapi fenomena ini dengan tegas. Menurutnya, demonstrasi adalah hak setiap warga negara, tetapi merusak fasilitas publik jelas bukan bagian dari kebebasan tersebut.
“Tindakan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Presiden, dikutip dari laman Kontan dalam artikel berjudul Prabowo Instruksikan Polisi Tindak Tegas Aksi Anarkis Perusak Fasilitas Umum.
Pernyataan itu bukan sekadar peringatan. Aturannya jelas. Pasal 275 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa pelaku perusakan fasilitas lalu lintas dapat dijatuhi pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta. Sementara itu, Pasal 170 ayat (1) KUHP memberi ancaman lebih berat: hukuman penjara hingga lima tahun enam bulan.
Rambu lalu lintas, marka jalan, halte, hingga fasilitas pejalan kaki, semuanya adalah penopang aktivitas sehari-hari. Jika rusak, masyarakat luas yang paling merasakan dampaknya. Karena itu, menyuarakan aspirasi lewat demo tetap penting, tetapi menjaga fasilitas bersama juga sama pentingnya. Aspirasi bisa tersampaikan tanpa harus meninggalkan jejak kerusakan yang merugikan banyak orang.
Hingga Senin, 2 September 2025, Polda Metro Jaya sudah menahan 38 orang yang diduga merusak fasilitas publik dalam aksi di depan gedung DPR/MPR. Tuntutan massa beragam, salah satunya terkait transparansi penggunaan anggaran gaji dan tunjangan anggota dewan.
Namun, ada pihak yang memanfaatkan aksi untuk bertindak anarkis dan semakin memperkeruh suasana. Ada yang merusak pos polisi, ada yang membakar mobil milik aparatur sipil negara, bahkan ada yang membakar sepeda motor di depan Gerbang Pancasila DPR/MPR RI. Tak berhenti di situ, beberapa halte TransJakarta juga hangus dilalap api.
Sepekan, Ratusan Kasus Perusakan Ditindak
Data Pusiknas Bareskrim Polri mencatat ada 28 polda yang melakukan penindakan terhadap kasus perusakan sejak Senin 25 Agustus sampai 2 September 2025. Di periode tersebut, aksi demo terjadi di Jakarta dan kota lain di Indonesia yang menuntut anggota DPR RI.
Polda Sulawesi Selatan merupakan satuan kerja tingkat provinsi yang paling banyak melakukan penindakan. Selama periode tersebut Polda Sulawesi Selatan menindak 32 kasus perusakan. Polda Sumatra Utara di urutan kedua dan Polda Jawa Timur di urutan ketiga.
Adapun motif perusakan beragam. Paling banyak yaitu pelaku sengaja melakukan perusakan, dengan 56 kasus. Ada pula yang melakukan perusakan karena salah paham, ekonomi, dan dendam.
Tindak perusakan paling banyak terjadi pada 1 September 2025 yaitu sebanyak 27 kasus. Jumlah tersebut naik 107,6 persen dari jumlah tindak perusakan pada sehari sebelumnya yaitu 31 Agustus 2025, dengan 13 kasus.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---