Artikel
Emosi Meledak: Kendali Diri Hilang dan Nyawa pun Melayang
11 November 2025
11 September 2025Ngeri, Rentetan Kasus Mutilasi di Jawa Timur
21 February 2025Ratusan Anak Terlibat Tindak Kriminal sejak Awal Tahun 2025
SEORANG pria di Jember, Jawa Timur, tega menghabisi nyawa ibunya sendiri hanya karena ditegur tidak ikut tahlilan di rumah tetangga. Teguran yang seharusnya ringan berubah menjadi pemicu kemarahan yang tak terkendali. Dalam sekejap, amarah menutup nalar. Nyawa sang ibu pun melayang.
Peristiwa ini bukan yang pertama. Sepanjang 2025, sudah berulang kali emosi yang meledak berujung pada pembunuhan. Rentetan kasus serupa memperlihatkan betapa rapuhnya kendali emosi di tengah tekanan sosial, ekonomi, dan mental masyarakat. Sekali emosi tak tertahan, batas antara kasih dan kebencian bisa lenyap begitu saja. Dan, nyawa menjadi taruhan.
Mayoritas Pembunuhan Terjadi di Rumah
Peristiwa di Jember merupakan satu dari ratusan kasus pembunuhan yang dilaporkan dan ditangani Polri sepanjang 2025.
Pusiknas Bareskrim Polri mencatat, sejak Januari hingga 6 November 2025, Polri menangani 908 kasus pembunuhan.
Ada 19 polda yang menangani kasus pembunuhan di wilayah hukum masing-masing. Tiga polda dengan penanganan terbanyak yaitu:
1. Polda Jawa Timur : 78 kasus
2. Polda Sumatra Selatan : 77 kasus
3. Polda Sumatra Utara : 63 kasus
Mirisnya, sebagian besar pembunuhan justru terjadi di dalam rumah. Entah karena kekerasan dalam keluarga, atau kriminal lain seperti pencurian dan penganiayaan.
Pembunuhan yang terjadi di rumah mencapai 16,51 persen dari total kasus
pembunuhan, lebih tinggi dibandingkan kasus di jalan umum (5,94 persen).
Pusiknas mengklasifikasikan motif pembunuhan dalam 13 kategori berdasarkan pendalaman keterangan pelaku dan saksi. Lima motif dengan jumlah terbanyak yaitu:
1. Sengaja (36,34 persen)
2. Dendam (23,34 persen)
3. Salah paham (12,22 persen)
4. Masalah sosial (7,7 persen)
5. Ekonomi (5,17 persen)
Bermaksud Mengirim Makanan, Nyawa Melayang
Rentetan kasus pembunuhan menjadi sorotan media massa dan masyarakat. Terkini, peristiwa tragis terjadi di Jenggawah, Jember, Jawa Timur. Pelakunya, Imam Gujali (37), tega menghabisi nyawa ibunya sendiri, Susianti (61), pada Selasa malam, 4 November 2025.
Saat itu, Susianti bermaksud mengirim makanan ke rumah anaknya yang tinggal bersebelahan. Ia sempat bertanya kepada Imam mengapa tidak ikut tahlilan di rumah tetangga.
“Tapi pelaku diam saja. Lalu korban memarahi pelaku. Tak terima dimarahi,
pelaku tiba-tiba mengamuk dan memukul korban,” ujar Kapolsek Jenggawah AKP Eko
Basuki Teguh dikutip dari artikel di Tribunnews dengan judul Seorang Anak
di Jember Bunuh Ibunya Karena Dimarahi Tidak Ikut Tahlilan, Ini Tampang Pelaku.
Korban berusaha kabur, tapi pelaku lebih dulu mengamuk. Ia mengambil alat vulkanisir dari besi dan memukulkannya ke kepala korban.
Warga yang mendengar jeritan korban berusaha menolong, namun nyawa Susianti tak
terselamatkan. Imam pun diamankan warga dan diserahkan ke polisi.
Rentetan Kasus Pembunuhan
Kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah:
- · Muaro Bungo, Jambi
Korban EY (37), dosen sekaligus ketua prodi, dibunuh oleh Bripda Waldi, mantan kekasihnya. Hubungan asmara yang kandas dan kata-kata yang dianggap menyakitkan memicu kemarahan pelaku. Hasil visum menemukan indikasi korban sempat diperkosa sebelum dibunuh.
- · Jatimakmur, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat
AS (21) membunuh pemilik warung sembako ALS (64) karena kesal, emosi, dan tekanan ekonomi.
- · Labuhanbatu Selatan, Sumatra Utara
Zefri SR (38) membunuh pacarnya NR (52) lantaran marah korban dijodohkan dengan pria lain.
Motifnya sama: emosi yang tak terbendung, amarah yang menguasai logika. Dalam sekejap, seseorang yang dikenal bisa berubah menjadi pelaku kejahatan karena gagal mengendalikan diri.
Emosi dan Nyawa
Mengapa emosi bisa berubah menjadi tindakan mematikan?
- · Ambang kesabaran masyarakat makin menipis. Tekanan ekonomi, hubungan keluarga yang renggang, dan stres sosial membuat orang mudah tersulut oleh hal kecil.
- · Keterampilan mengelola emosi masih minim. Banyak pelaku tidak tahu bagaimana menyalurkan kemarahan dengan sehat.
- · Kekerasan dianggap normal. Di sebagian lingkungan, tindakan keras justru dianggap wajar untuk menunjukkan kuasa.
- · Kurangnya ruang komunikasi. Banyak konflik rumah tangga dan sosial berakar dari ketidakmampuan bicara dan mendengarkan satu sama lain.
Emosi adalah bagian dari kemanusiaan. Tapi ketika ia tak dikendalikan, ia bisa menjadi sumber kehancuran, bukan hanya bagi korban, tapi juga pelaku dan keluarganya.
Catatan Akhir
Kasus-kasus pembunuhan karena emosi sesaat adalah cermin rapuhnya kendali diri di tengah tekanan hidup. Ia mengingatkan bahwa kekerasan tidak lahir dari kejahatan semata, melainkan dari emosi yang gagal dikendalikan dan lingkungan yang abai terhadap tanda-tandanya.
Pusiknas memandang penting untuk memperkuat kesadaran publik tentang manajemen emosi dan kesehatan mental keluarga. Sebab di balik setiap kasus tragis, ada pelajaran besar:
Mencegah kekerasan bukan hanya tugas aparat, tapi juga tanggung jawab sosial untuk saling menenangkan, bukan saling melukai.
Tentang Pusiknas
Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas).
Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri, dan berlandaskan pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 mengenai Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas, yang berfungsi mendukung kinerja Polri di bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi, serta menyediakan pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri.
Seluruh kegiatan Pusiknas diarahkan untuk mendukung terwujudnya Polri yang PRESISI: Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan.
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---