Artikel

Fenomena Love Scamming: Jangan Gampang Percaya Kata-kata Cinta

CINTA dan hubungan kasih sayang ternyata bisa menjadi ‘penghasilan’ bagi pelaku penipuan. Alih-alih mendapatkan jodoh, korban justru kehilangan harta bendanya setelah memercayai perasaan yang dituturkan dengan manis oleh pelaku.

Cinta itu buta. Demikian adanya pepatah untuk orang yang sedang kasmaran menemukan sang pujaan hati. Kata-kata indah pun mendorong korban untuk memercayakan apapun yang ia miliki kepada sang kekasih. Sang korban pun menjadi budak cinta, atau bucin, istilah masa kininya.

Saat cinta datang, kepercayaan pun diserahkan. Itulah yang dimanfaatkan pelaku untuk mengelabui korban. Bermodal kata dan perlakuan yang manis, pelaku dapat menipu korban. Tujuannya mendapatkan banyak uang dari korban.

“Ini adalah konsep penipuan romansa. Ini adalah bentuk rekayasa sosial, di mana penipu menargetkan individu yang mencari persahabatan atau romansa yang kemudian mereka manipulasi. Tujuannya untuk mendapatkan uang atau layanan lain,” terang Supervisory Special Agent Unit Kejahatan Ekonomi FBI David Harding dikutip dari podcast berjudul For The Love of Money yang diunggah di laman www.fbi.gov.

Agent Harding mengatakan pada 2021, ia mendapatkan data kerugian akibat penipuan melalui internet mencapai USD 7 miliar atau kurang lebih Rp106 triliun (dengan kurs USD 1 sama dengan Rp15.200 pada Jumat 17 Februari 2023) di seluruh dunia. Sedangkan kerugian akibat penipuan terkait romantika mencapai USD 956 juta atau kurang lebih Rp14 triliun (dengan kurs USD 1 sama dengan Rp15.200 pada Jumat 17 Februari 2023). Artinya, kerugian akibat penipuan terkait romantika mencapai 13 persen dari jumlah total kerugian di internet.


“Jumlah pengaduannya mencapai 24 ribu laporan,” lanjut Agent Harding.

Dua puluh tahun lalu, kata Agent Harding, pelaku memanipulasi korban untuk memberikan uang dalam bentuk cek maupun transfer antar rekening. Tapi di era modern dan teknologi serba canggih, pelaku memanfaatkan korban untuk menginvestasikan uang dalam bentuk cryptocurrency atau gift card. Konsep penipuan romansa, cukup jelas, tetapi ini adalah bentuk rekayasa sosial di mana penipu menargetkan individu yang mencari persahabatan atau romansa yang kemudian dapat mereka manipulasi dan mendapatkan uang atau layanan lain.

Terjadi juga di Indonesia

Bukan hanya di luar negeri. Penipuan bernuansa romansa juga terjadi di Indonesia. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendeteksi transaksi mencapai miliaran rupiah dari kasus penipuan bermodus cinta. Bahkan, kasus tersebut paling banyak dilaporkan ke PPATK.


“Itu sebenarnya penipuan, Tapi menggunakan pancingan-pancingan terhadap orang-orang tertentu yang diminta mengirimkan uang,” kata Kepala PPATK dikutip dari artikel berjudul PPATK: Kasus Penipuan Modus Love Scamming Marak di Indonesia, Transaksi Capai Miliaran diunggah di laman www.suara.com pada Rabu 28 Desember 2022.

Kata-kata cinta yang membuai menjadi cara pelaku memikat korban. Setelah korban terpikat, pelaku mengatakan membutuhkan uang untuk beragam alasan, misalnya beli tiket kendaraan, sekolah, bisnis, dan lain sebagainya. Korban terjebak dan memenuhi permintaan tersebut. Begitu mendapatkan uangnya, pelaku menghilang.

Polri pun tak mau ketinggalan. Penipuan berkedok cinta itu menjadi sasaran kepolisian setelah mendapatkan sejumlah laporan. Misalnya Polda Metro Jaya yang menangkap dua pelaku penipuan dengan modus love scamming. Korban melaporkan mengalami kerugian hingga Rp2,4 miliar.



Kedua tersangka berinisial CS dan UT. Keduanya dijerat dengan Pasal 28 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tersangka juga dijerat Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan atau Pasal 378 KUHP. Ancaman pidananya yaitu 20 tahun penjara.

PNS, TNI, Polri pun jadi terlapor

Terkait kasus penipuan, Polri melakukan penindakan terhadap 2.139 perkara di seluruh Indonesia dalam dua pekan di Februari 2023. Laporan di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri tak menunjukkan spesifikasi modus mengenai penindakan tersebut. Namun, jumlah penindakan terhadap kasus penipuan di Indonesia mencapai angka ribuan per dua pekan.

Sementara itu, jumlah penindakan terhadap kasus penipuan sejak 1 Januari sampai 15 Februari 2023 mencapai 6.344 perkara. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan dengan kasus penipuan pada periode yang sama di 2022.

Data di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan 1.384 orang dilaporkan sebagai terlapor kasus penipuan untuk periode 1 sampai 15 Februari 2023. Modusnya beragam namun data di e-MP tak menunjukkan hal tersebut secara spesifik.

Meski demikian, data di e-MP menunjukkan terlapor berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari karyawan swasta, buruh, sopir, tani, nelayan, pedagang, bahkan pegawai pemerintahan, serta aparatur negara. Beberapa terlapor juga masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa.


Pelaku penipuan tak memandang latar belakang korbannya. Sebab, dari jumlah korban sebanyak 1.715 orang, beberapa di antara mereka berstatus sebagai anggota PNS, TNI, serta Polri.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---