Artikel

Ikut-ikutan Menjarah Diancam Pidana Tujuh Tahun Penjara

04 September 2025

Beberapa hari terakhir, kabar penjarahan mewarnai pemberitaan media, baik online maupun cetak. Aksi ini muncul sebagai buntut demonstrasi yang diarahkan kepada anggota DPR RI. Sayangnya, di tengah semangat menyuarakan aspirasi, ada pihak-pihak yang justru memilih jalur kriminal dengan menjarah rumah anggota dewan.

 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jarah berarti hasil rampasan. Menjarah sendiri dimaknai sebagai merebut dan merampas milik orang dalam situasi kacau, biasanya dilakukan secara beramai-ramai. Dalam hukum Indonesia, tindakan ini tidak main-main. Penjarahan termasuk pencurian dengan pemberatan, sebagaimana diatur Pasal 363 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga tujuh tahun.

 



Beberapa rumah anggota dewan dilaporkan menjadi sasaran. Misalnya kediaman Syahroni di Jakarta Utara, Uya Kuya di Jakarta Timur, dan Eko Patrio di Jakarta Selatan. Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyatakan, polisi sudah mendeteksi para terduga pelaku dan menegaskan langkah hukum akan segera ditempuh.

 

“Kalau untuk jumlah, nanti akan kami sampaikan karena itu teknis. Tim kami masih bekerja dan mudah-mudahan ke depan situasi ini tetap kondusif,” ujar Kapolda, dikutip dari artikel berjudul Pelaku Penjarahan di Jakarta Terdeteksi, Polda Metro Segera Tangkap di laman Detik.

 



Sementara itu, Pusiknas Bareskrim Polri mencatat, sejak 25 Agustus hingga 2 September 2025 ada 1.001 kasus pencurian dengan pemberatan (curat) yang ditindak selama periode aksi berlangsung di Jakarta dan beberapa kota lain. Dari jumlah itu, 31 polda di seluruh Indonesia melaporkan penindakan kasus.

 

Polda Sumatra Utara menempati urutan pertama dengan 167 kasus, disusul Polda Metro Jaya dengan 133 kasus. Di bawahnya ada Polda Sumatra Selatan, Polda Jawa Barat, dan Polda Jawa Timur.

 

Meski angka ini masih belum merinci berapa banyak kasus yang berkaitan langsung dengan penjarahan saat aksi demo, data tersebut memberi gambaran luasnya dampak kriminalitas yang muncul di tengah gejolak sosial.

 

Pada akhirnya, setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat, termasuk lewat demonstrasi. Namun, kebebasan itu tidak berarti bebas menjarah. Menyuarakan aspirasi seharusnya dilakukan dengan cara yang bermartabat, tanpa merugikan sesama dan tanpa harus berhadapan dengan jerat pidana.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---