Artikel
Indonesia Tidak Punya Kota Layak Anak?

“KALAU kita bicara kabupaten/kota layak anak itu bukan berarti mereka
sudah menjadi kota layak anak,” demikian disampaikan Deputi Bidang Pemenuhan
Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA),
Agustina Erni.
Agustina mengatakan belum ada satu daerah pun yang sudah mencapai
Kota Layak Anak. Bilapun
ada penghargaan Kota Layak Anak, itu ditujukan kepada kota yang dapat mengimplementasikan Undang Undang (UU) tentang perlindungan anak
serta konvensi hak anak yang sudah diratifikasi. Pernyataan Agustina itu
ditulis dalam artikel berjudul Belum Ada Satu pun Kota Layak Anak di Indonesia
di laman www.mediaindonesia.com.
Menurut UNICEF, kota ramah anak adalah kota yang menjamin hak
setiap anak sebagai warga kota. Salah satu kriteria kota ramah anak yaitu
menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga memungkinkan anak-anak
dapat berkembang. Lingkungan nyaman dan aman di rumah, lembaga pendidikan,
hingga fasilitas umum.
Adapun yang dimaksud dengan anak-anak di
Indonesia adalah warga yang berusia 0 sampai 18 tahun, termasuk yang masih di
dalam kandungan. Kategori itu dipertegas dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. UU tersebut menegaskan setiap
anak berhak mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, psikis, seksual, dan
penelantaran.
Perlindungan anak Indonesia jadi perhatian Polri
Data Badan Pusat Statistik
(BPS) menunjukkan jumlah warga usia 0 sampai 19 tahun di Indonesia
sebanyak 32,4 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Dengan kata lain
jumlah penduduk di bawah usia 19 tahun mencapai 88 juta orang.
Menurut UU Perlindungan Anak, usia anak
yaitu di bawah 18 tahun. Lantaran itu, Polri memberikan perhatian khusus pada
perlindungan anak dari kasus kekerasan dan kejahatan. Bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana
meningkatkan status unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) menjadi direktorat
di bawah Bareskrim Polri.
Tujuannya untuk memaksimalkan pelayanan untuk melindungi perempuan
dan anak, terutama korban serta pelaku tindak pidana. Nantinya, kata Kapolri,
Sebagian besar polisi wanita bertugas di direktorat tersebut.
“Sehingga korban yang melaporkan akan merasa nyaman, dan tentunya
juga ada pendampingan psikologi, dan juga didampingi polisi-polisi wanita.
Sehingga, betul-betul bisa memberikan
perlindungan," ungkap Kapolri dalam artikel berjudul Kapolri
akan Bangun Direktorat Khusus Perlindungan Perempuan dan Anak di laman www.pusiknas.polri.go.id.
Perhatian Polri terhadap perlindungan anak-anak Indonesia
ditegaskan dengan keberadaan Unit PPA. Unit tersebut dibentuk dengan Peraturan
Kapolri Nomor Polisi 10 Tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit
pelayanan perempuan dan anak (Unit PPA). Unit bertugas memberikan pelayanan
dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban
kejahatan. Unit juga turut mendampingi anak-anak yang menjadi pelaku tindak
pidana dalam penegakan hukum.
Unit PPA berkedudukan di bawah Dir I/Kam dan Transnas Bareskrim Polri, Kasat Opsnal Dit Reksrim Um Polda Metro Jaya, Kasat Opsnal Dit Reskrim Polda, dan Kasat Reskrim Polres.
Waspada kasus kekerasan seksual pada anak
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Perlindungan Perempuan
dan Anak (Kemen PPA), Nahar, mengatakan tren jumlah kasus kekerasan seksual
pada anak meningkat. Itu terjadi karena masyarakat kini berani melapor ke
kepolisian maupun Kemen PPPA.
Selain ke Kemen PPA, korban kasus kekerasan beserta keluarga pun
mulai berani untuk melapor ke kepolisian. Pada 2022, Polri menindak 825 kasus
kekerasan terhadap anak baik fisik maupun psikis. Data di Robinopsnal Bareskrim
Polri itu menunjukkan terjadi peningkatan angka tindak pidana kasus dari bulan
ke bulan.
Polri juga menindak kasus persetubuhan atau cabul pada anak,
kekerasan seksual pada anak, dan pornografi yang melibatkan anak. Bahkan jumlah
kasus kekerasan seksual pada anak lebih banyak ketimbang kekerasan fisik dan
psikis. Sejak awal tahun, Polri menindak 2.082 kasus kekerasan seksual.
Tak hanya kasus kekerasan, penyalahgunaan narkoba juga mengancam
anak-anak. Di 2022, Polri menindak 136 perkara menyalahgunakan,
memproduksi, serta mendistribusi narkoba dan psikotropika pada anak.