Artikel

INGAT! Jangan Percaya Berita Hoaks Jelang Pilkada 2024

MASYARAKAT berperan penting menangkal penyebaran berita hoaks jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Sebab penyebaran berita hoaks dapat menimbulkan konflik sosial yang mengancam stabilitas politik dan keamanan negara.

Digitalisasi membuat informasi dapat menyebar begitu cepat, baik itu informasi positif dan negatif. Bila tak difilter, penyebaran informasi negatif dapat memecah belah persatuan bangsa.

 

Ajang Pemilihan Kepala Daerah kerap menjadi momen untuk menyebarkan informasi, termasuk provokasi dan propaganda. Penyebarannya melalui media sosial, mulut ke mulut, ataupun di aplikasi percakapan grup maupun pribadi. Lantaran itu, masyarakat harus pintar memilah isu yang berkembang, termasuk soal pemilihan kepala daerah. Recheck apakah informasi itu benar. Bila salah, sebaiknya tidak menyebarkannya di media sosial maupun di aplikasi percakapan.

 

“Bijaklah menggunakan media sosial sendiri. Karena kalau tidak bijak, selain bisa membuat gaduh, juga akan merugikan diri sendiri. Salah satunya bisa berurusan dengan hukum akibat tidak bijak bermedia sosial,” ujar Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) Kombes Pol Erlan Munaji dikutip dari artikel berjudul Waspadai Propaganda Jelang Pilkada 2024, Polisi Imbau Masyarakat Bijak Bermedsos diunggah di laman www.liputan6.com.

 

Kombes Pol Erlan berharap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 dapat menjadi contoh demokrasi yang sehat dan beradab. Kombes Erlan berharap masyarakat dapat dengan sadar menjaga persatuan dan kesatuan.

 

Becermin pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Polri menangani 14 berita bohong selama masa kampanye yang berlangsung mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Beberapa berita dilaporkan terkait dengan pelaksanaan Pemilu, namun ada pula yang tak berkaitan langsung dengan ajang pesta rakyat tersebut.

 

Ada enam satuan kerja yang menangani laporan penyebaran berita bohong di masa kampanye sedang berlangsung. Enam satuan kerja itu yaitu Bareskrim Polri yang menangani 4 perkara, Polda Sumatra Utara menangani 4 perkara, Polda Jawa Barat menangani 2 perkara, Polda Jawa Timur menangani 2 perkara, Polda Riau menangani 1 perkara, dan Polda Metro Jaya menangani 1 perkara. Data itu didapat dari EMP Pusiknas Bareskrim Polri yang diakses pada Selasa, 27 Agustus 2024.

 



Media massa dan pers pun diharapkan menjadi wasit yang adil dalam penyampaian informasi serta berita seputar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Insan pers sedianya memiliki nilai moral, integritas, serta tanggung jawab sesuai kode etik pada Pilkada.

 

“Pers punya kewajiban menjaga kewarasan publik dalam memilih calon-calon pemimpinnya,” ujar anggota Dewan Pers Yadi Hendriana dikutip dari artikel berjudul Dewan Pers Ajak Media Massa Tangkal Penyebaran Hoaks di Pilkada 2024 diunggah di laman www.liputan6.com.

 

Insan pers harus memberikan informasi yang membuat masyarakat semakin yakin dengan calon pemimpin pilihannya. Misalnya dengan cara memotret sikap dan rekam jejak calon pemimpin, menggali ide dan gagasan para kandidat, serta memberikan informasi yang akurat, berimbang, dan netral.

 

“Terakhir, media massa harus berperan menangkal informasi palsu atau hoaks di media sosial,” lanjut Yadi.

 

Adapun rangkaian Pilkada Serentak 2024 dimulai pada pengumuman pendaftaran pasangan calon pada 24 Agustus 2024. Pilkada 2024 bertujuan memilih kepala daerah di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Kampanye dilaksanakan pada 25 September hingga 23 November 2024. Adapun pelaksanaan pemungutan suara yaitu pada 27 November 2024. Setelah itu, Komisi Pemilihan Umum akan menghitung dan merekapitulasi jumlah suara, lalu menyampaikan informasi mengenai pemenang Pilkada.

 

Kasus Berita Hoaks Paling Banyak Ditangani di Maret 2024

Terlepas dari ajang Pilkada Serentak 2024, sejak awal tahun hingga 27 Agustus 2024, Polri menangani 31 kasus penyebaran berita hoaks. Jumlah kasus berita hoaks yang paling banyak ditangani yaitu Maret 2024 dengan 9 kasus. Sedangkan jumlah kasus berita hoaks dalam 27 hari di Agustus 2024 yaitu 3 perkara, sama dengan jumlah kasus berita hoaks yang ditangani dalam 31 hari di Juli 2024.

 

 


Ada 13 satuan kerja yang melaporkan menangani kasus penyebaran berita hoaks di rentang waktu tersebut. Polda Metro Jaya dan Polda Sulawesi Selatan menangani kasus paling banyak yaitu 5 perkara.

 

Berita bohong atau palsu dikenal dengan istilah populer hoax. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang benar adalah hoaks. Di era digital, berita bohong disebar dalam berbagai bentuk, mulai dari tulisan, foto, dan video. Penyebarannya memanfaatkan media sosial.

 



Penyebaran berita hoaks beragam mulai dari menyerang psikologi seseorang, merugikan masyarakat, hingga memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Sebuah studi yang dikutip dari artikel berjudul Dampak Buruk Berita Hoaks pada Kesehatan Mental, Ini Penjelasannya yang diunggah di laman www.kompas.com menyebutkan, paparan berita hoaks dapat menyerang kesehatan mental. Efeknya berlangsung dalam jangka panjang. Orang yang terpapar berita bohong diliputi rasa cemas, stres, hingga merasa kesepian.

 

Pengguna media sosial dan masyarakat harus peka dengan dampak yang diakibatkan dari penyebaran berita bohong. Salah satu caranya adalah dengan tidak malas mencari tahu kebenaran sebuah berita atau informasi. Orang yang enggan mencari tahu kebenaran suatu berita akan merasa kurang percaya diri dan menganggap diri mereka negatif.

 

Salah satu cara menghindari berita hoaks untuk menjaga kesehatan mental yaitu bersikap skeptis. Pastikan informasi yang didapat itu bisa dipercaya atau tidak. Verifikasi sumber berita.

 

Jangan terpancing untuk menyebarkan informasi yang kebenarannya diragukan itu. Jangan unggah ulang informasi tersebut di media sosial. Jangan pula menyebarkannya di aplikasi percakapan grup.

 

Bila informasi itu ternyata salah, penyebar informasi dapat dilaporkan ke polisi. Penyebar informasi dijerat hukum pidana sesuai dengan KUHP dan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hukumannya berupa pidana penjara paling lama 6 tahun.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---