Artikel
INTERPOL Waspada Ancaman Kejahatan Keuangan di Masa Mendatang
14 November 2022

KEJAHATAN keuangan dan siber menjadi tindak kriminal yang paling mengancam
di masa mendatang. Seluruh negara mengantisipasi kejahatan yang memanfaatkan
perangkat komputer dan jaringan internet tersebut.
Ancaman itu dibahas dalam laporan yang melibatkan para polisi di
seluruh dunia sebagai responden. Bahasan itu disampaikan dalam laporan Tren Kejahatan Utama Global INTERPOL.
Lebih 60 persen responden menyebutkan ancaman kejahatan tertinggi
di masa mendatang adalah ransomware, phishing, dan penipuan online. Kejahatan-kejahatan
siber itu bermuara pada pencucian uang.
Sekretaris Jenderal INTERPOL Jurgen Stock mengatakan laporan itu
berdasarkan pada tindak penegakan hukum yang dilakukan di 195 negara anggota
INTERPOL. Stock menilai laporan itu penting untuk melawan kejahatan global,
utamanya kejahatan siber.
“Ini menjadi aset asli bagi lembaga penegak hukum di seluruh
dunia,” kata Stock dalam artikel berjudul Financial and Cybercrimes Top
Global Police Concerns, Says New INTERPOL Report yang diunggah di laman
www.interpol.int pada 19 Oktober 2022.
Laporan tersebut dipresentasikan pada pertemuan ke-90 Majelis Umum
INTERPOL. Pertemuan berlangsung pada 18 sampai 21 Oktober 2022 di New Delhi,
India.
Ada beberapa ancaman kejahatan yang disebut dalam laporan tersebut,
yaitu ransomware, phishing, dan penipuan online. Kepolisian harus
membiasakan diri dengan istilah tersebut. Bukan hanya itu, kepolisian juga
harus bekerja sama dan meningkatkan pengetahuan serta keahlian untuk menangkap
kejahatan-kejahatan siber itu.
Begitu pula dengan di Indonesia. Polri menerjunkan polisi siber
yang bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menangkal hingga menindak pelaku
kejahatan siber.
Kejahatan Ransomware di
Indonesia Paling Tinggi
Ransomware adalah salah satu jenis kejahatan di dunia siber. Pelaku menyebar
virus untuk menyerang sistem informasi dan teknologi sebuah organisasi atau
institusi yang punya perlindungan mumpuni. Misalnya lembaga perbankan bahkan
pemerintahan.
Pelaku mengunci semua data dalam sistem tersebut. Pelaku
menghubungi pemilik data untuk meminta tebusan bila ingin mendapatkan data
tersebut kembali.
Menurut laporan INTERPOL yang dikutip dari artikel berjudul Ancaman
Ransomware di Indonesia Tertinggi di ASEAN di laman www.cnnindonesia.com, sebanyak 2,7 kasus
ransomware terdeteksi di negara-negara ASEAN sepanjang 2021.
“Indonesia berada di urutan pertama dengan 1,3 juta kasus,”
demikian dikutip dari artikel yang diunggah pada 7 Juni 2022 tersebut.
Bila melihat data tersebut, itu artinya kasus ransomware di
Indonesia mencapai 48,1 persen dari jumlah total kasus di ASEAN. Sedangkan
Brunei menjadi negara di ASEAN dengan jumlah kasus paling rendah yaitu 257
kasus.
Ribuan Kasus Phishing
Menyerang
Kepolisian Indonesia pun berhadapan dengan ancaman phishing yaitu
kejahatan untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan.
Data yang menjadi target pelaku adalah data pribadi (nama, usia, alamat), data akun
(username dan password), dan data finansial (informasi kartu
kredit, debit, dan rekening bank).
Pelaku biasanya menghubungi target dan berpura-pura menjadi
institusi yang berwenang. Pelaku meyakinkan target untuk menyerahkan data
pribadi, data akun, hingga data finansial. Bila sudah mendapatkan data-data
itu, pelaku menjualnya ke pihak lain yang mendukung aksi kejahatan.
Dalam artikel berjudul 3.180 Serangan Phishing Awal 2022,
Lembaga Keuangan Jadi Sasaran Utama di laman www.cnnindonesia.com, jumlah kasus phishing
Indonesia cenderung menurun. Namun, aksi kejahatan itu tak bisa dianggap enteng
karena menyasar lembaga keuangan.
“Untuk kuartal pertama tahun 2022, jumlah phishing yang dilaporkan
itu sekitar 3.180 kasus,” ungkap Muhammad Fauzi, Deputi Bidang Pengembangan,
Riset, Terapan, Inovasi, dan Teknik PANDI dikutip dari artikel yang diunggah
pada 25 Maret 2022 tersebut.
Adapun jumlah kasus pada kuartal pertama 2022 itu sebagai berikut
Januari sebanyak 1.267 kasus, 1.059 kasus di Februari, dan 1.037 kasus di Maret.
Sementara itu, data penindakan yang didapat dari e-MP Robinopsnal
Bareskrim Polri tidak menyebutkan secara spesifik kejahatan siber terkait ransomware
dan phishing. Namun, penindakan dari laporan yang masuk ke polisi
dikategorikan sebagai pencurian dan penghilangan data di sistem tertentu secara
online.
Di semester pertama di 2022, Polri menindak 35 kasus pencurian dan
penghilangan data secara online. Penindakan paling banyak terjadi di
Juni 2022 sebanyak 15 kasus. Jumlah tersebut naik hingga lebih tiga kali lipat
dibanding jumlah penindakan di Mei 2022.
Angka Kasus Penipuan Online makin Naik
Penipuan online yang dilaporkan ke kepolisian Indonesia
berkaitan dengan keberadaan e-commerce yang makin marak di Tanah Air.
Kejahatannya memanfaatkan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan yang
tak lagi mengandalkan bisnis atau transaksi konvensional.
Dalam artikel yang berjudul Polisi: Pengungkapan Kejahatan
Cyber Sulit Diungkap Karena Faktor Kecepatan di laman www.suarasurabaya.net, Polda Jawa Timur
menjadi salah satu satuan kerja tingkat provinsi yang mendapat laporan terkait
penipuan online. Sejak Januari sampai Juli, Polda mendapat 202 laporan
terkait kejahatan tersebut.
Data pada e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian
di Indonesia menindak 2.079 kasus penipuan online pada semester pertama
di 2022. Angka penindakan terus naik dari Januari (341 kasus) hingga Juni
sebanyak 367 kasus.
Kejahatan Bermuara ke Pencucian
Uang
Menurut laporan dari INTERPOL, kejahatan paling tinggi di masa
mendatang yaitu pencucian uang. Apapun tindak kejahatannya, pelaku akan
melakukan pencucian uang untuk menyembunyikan aksi mereka. Misalnya membeli
aset atau kegiatan lain.
Di Indonesia, dalam semester pertama di 2022, data e-MP
Robinopsnal Bareskrim Polri mencatat 115 kasus pencucian uang. Semakin naik
tindak kejahatan pencurian dan penghilangan data, serta penipuan online,
tren kasus pencucian uang juga menunjukkan grafik naik.
Namun, perlu ada penelitian lebih mengenai hubungan antara ransomware,
phishing, penipuan online dengan kasus pencucian uang. Polri bekerja
sama dengan PPATK untuk melacak keterkaitan kasus pencucian uang atau money
laundry dengan tindak kejahatan lain, termasuk kejahatan siber.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki
sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan
informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan
data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri
yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---