Artikel

INTERPOL Waspada Ancaman Kejahatan Keuangan di Masa Mendatang

KEJAHATAN keuangan dan siber menjadi tindak kriminal yang paling mengancam di masa mendatang. Seluruh negara mengantisipasi kejahatan yang memanfaatkan perangkat komputer dan jaringan internet tersebut.

 

Ancaman itu dibahas dalam laporan yang melibatkan para polisi di seluruh dunia sebagai responden. Bahasan itu disampaikan dalam laporan Tren Kejahatan Utama Global INTERPOL.

Lebih 60 persen responden menyebutkan ancaman kejahatan tertinggi di masa mendatang adalah ransomware, phishing, dan penipuan online. Kejahatan-kejahatan siber itu bermuara pada pencucian uang.


 

Sekretaris Jenderal INTERPOL Jurgen Stock mengatakan laporan itu berdasarkan pada tindak penegakan hukum yang dilakukan di 195 negara anggota INTERPOL. Stock menilai laporan itu penting untuk melawan kejahatan global, utamanya kejahatan siber.

 

“Ini menjadi aset asli bagi lembaga penegak hukum di seluruh dunia,” kata Stock dalam artikel berjudul Financial and Cybercrimes Top Global Police Concerns, Says New INTERPOL Report yang diunggah di laman www.interpol.int pada 19 Oktober 2022.

 

Laporan tersebut dipresentasikan pada pertemuan ke-90 Majelis Umum INTERPOL. Pertemuan berlangsung pada 18 sampai 21 Oktober 2022 di New Delhi, India.

 

Ada beberapa ancaman kejahatan yang disebut dalam laporan tersebut, yaitu ransomware, phishing, dan penipuan online. Kepolisian harus membiasakan diri dengan istilah tersebut. Bukan hanya itu, kepolisian juga harus bekerja sama dan meningkatkan pengetahuan serta keahlian untuk menangkap kejahatan-kejahatan siber itu.

 

Begitu pula dengan di Indonesia. Polri menerjunkan polisi siber yang bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menangkal hingga menindak pelaku kejahatan siber.

 

Kejahatan Ransomware di Indonesia Paling Tinggi

Ransomware adalah salah satu jenis kejahatan di dunia siber. Pelaku menyebar virus untuk menyerang sistem informasi dan teknologi sebuah organisasi atau institusi yang punya perlindungan mumpuni. Misalnya lembaga perbankan bahkan pemerintahan.

 

Pelaku mengunci semua data dalam sistem tersebut. Pelaku menghubungi pemilik data untuk meminta tebusan bila ingin mendapatkan data tersebut kembali.

 

Menurut laporan INTERPOL yang dikutip dari artikel berjudul Ancaman Ransomware di Indonesia Tertinggi di ASEAN di laman www.cnnindonesia.com, sebanyak 2,7 kasus ransomware terdeteksi di negara-negara ASEAN sepanjang 2021.

 

“Indonesia berada di urutan pertama dengan 1,3 juta kasus,” demikian dikutip dari artikel yang diunggah pada 7 Juni 2022 tersebut.

 

Bila melihat data tersebut, itu artinya kasus ransomware di Indonesia mencapai 48,1 persen dari jumlah total kasus di ASEAN. Sedangkan Brunei menjadi negara di ASEAN dengan jumlah kasus paling rendah yaitu 257 kasus.

 

Ribuan Kasus Phishing Menyerang

Kepolisian Indonesia pun berhadapan dengan ancaman phishing yaitu kejahatan untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan. Data yang menjadi target pelaku adalah data pribadi (nama, usia, alamat), data akun (username dan password), dan data finansial (informasi kartu kredit, debit, dan rekening bank).

Pelaku biasanya menghubungi target dan berpura-pura menjadi institusi yang berwenang. Pelaku meyakinkan target untuk menyerahkan data pribadi, data akun, hingga data finansial. Bila sudah mendapatkan data-data itu, pelaku menjualnya ke pihak lain yang mendukung aksi kejahatan.

Dalam artikel berjudul 3.180 Serangan Phishing Awal 2022, Lembaga Keuangan Jadi Sasaran Utama di laman www.cnnindonesia.com, jumlah kasus phishing Indonesia cenderung menurun. Namun, aksi kejahatan itu tak bisa dianggap enteng karena menyasar lembaga keuangan.

 

“Untuk kuartal pertama tahun 2022, jumlah phishing yang dilaporkan itu sekitar 3.180 kasus,” ungkap Muhammad Fauzi, Deputi Bidang Pengembangan, Riset, Terapan, Inovasi, dan Teknik PANDI dikutip dari artikel yang diunggah pada 25 Maret 2022 tersebut.

 

Adapun jumlah kasus pada kuartal pertama 2022 itu sebagai berikut Januari sebanyak 1.267 kasus, 1.059 kasus di Februari, dan 1.037 kasus di Maret.

 

Sementara itu, data penindakan yang didapat dari e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri tidak menyebutkan secara spesifik kejahatan siber terkait ransomware dan phishing. Namun, penindakan dari laporan yang masuk ke polisi dikategorikan sebagai pencurian dan penghilangan data di sistem tertentu secara online.

 

Di semester pertama di 2022, Polri menindak 35 kasus pencurian dan penghilangan data secara online. Penindakan paling banyak terjadi di Juni 2022 sebanyak 15 kasus. Jumlah tersebut naik hingga lebih tiga kali lipat dibanding jumlah penindakan di Mei 2022.

 

Angka Kasus Penipuan Online makin Naik

Penipuan online yang dilaporkan ke kepolisian Indonesia berkaitan dengan keberadaan e-commerce yang makin marak di Tanah Air. Kejahatannya memanfaatkan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan yang tak lagi mengandalkan bisnis atau transaksi konvensional.

 

Dalam artikel yang berjudul Polisi: Pengungkapan Kejahatan Cyber Sulit Diungkap Karena Faktor Kecepatan di laman www.suarasurabaya.net, Polda Jawa Timur menjadi salah satu satuan kerja tingkat provinsi yang mendapat laporan terkait penipuan online. Sejak Januari sampai Juli, Polda mendapat 202 laporan terkait kejahatan tersebut.


Data pada e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian di Indonesia menindak 2.079 kasus penipuan online pada semester pertama di 2022. Angka penindakan terus naik dari Januari (341 kasus) hingga Juni sebanyak 367 kasus.

 

Kejahatan Bermuara ke Pencucian Uang

Menurut laporan dari INTERPOL, kejahatan paling tinggi di masa mendatang yaitu pencucian uang. Apapun tindak kejahatannya, pelaku akan melakukan pencucian uang untuk menyembunyikan aksi mereka. Misalnya membeli aset atau kegiatan lain.

 

Di Indonesia, dalam semester pertama di 2022, data e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri mencatat 115 kasus pencucian uang. Semakin naik tindak kejahatan pencurian dan penghilangan data, serta penipuan online, tren kasus pencucian uang juga menunjukkan grafik naik.

Namun, perlu ada penelitian lebih mengenai hubungan antara ransomware, phishing, penipuan online dengan kasus pencucian uang. Polri bekerja sama dengan PPATK untuk melacak keterkaitan kasus pencucian uang atau money laundry dengan tindak kejahatan lain, termasuk kejahatan siber.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---