Artikel

Jumlah Warganet Meningkat, Penyebar Berita Hoaks Bertambah

GUNAKAN media sosial dengan bijak. Ungkapan itu kerap dilontarkan sebagai pengingat agar warga dapat lebih bijak memanfaatkan media sosial, menyebarkan info positif dan tidak menyesatkan. Bila tidak, bisa-bisa, pengguna media sosial harus berurusan dengan hukum. Tak tanggung-tanggung, di Indonesia warganet yang menyebar berita bohong atau ujaran kebencian terancam dihukum penjara paling lama enam tahun.

Ancaman hukuman tersebut ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ada beberapa perbuatan yang dilarang dalam UU ITE yang menggunakan media sosial. Beberapa di antaranya mendistribusikan berita bohong atau hoaks, menyebarkan ancaman kekerasan, serta menyebarkan ujaran kebencian.




Pengguna medsos di Indonesia capai 191,4 juta jiwa

Dalam sebuah artikel yang diunggah www.suara.com, menurut riset DataReportel, pengguna media sosial Indonesia mencapai 191,4 juta jiwa pada Januari 2022. Jumlah tersebut meningkat 12,6 persen dari data di 2021.

 

“Angka (jumlah pengguna media sosial di Indonesia) ini setara dengan 68,9 persen dari total populasi di Indonesia. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Indonesia kini mencapai 277,7 juta jiwa hingga Januari 2022,” demikian tertulis dalam artikel berjudul Jumlah Pengguna Media Sosial Indonesia Capai 191,4 Juta per 2022.




Adapun media sosial yang diakses warganet Indonesia yaitu YouTube, Facebook, Instagram, TikTok, Facebook Messenger, Twitter, LinkedIn, WhatsApp, dan Snapchat. Penggunaannya pun beragam mulai dari berbagi info, berkirim pesan, berkomentar, bisnis, marketing, dan lain-lain. Bentuk penggunaannya pun bermacam-macam, mulai dari tulisan, grafis, audio, hingga audiovisual.

 

Dengan jumlah pengguna media sosial yang meningkat, apakah akan berpengaruh pada tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoaks? Kali ini, Pusiknas akan mengupas sesuai dengan data yang telah dihimpun oleh Mabes Polri.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri juga memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

Data tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoaks

Data yang didapat dari Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian menindak 55 kasus penyebaran berita bohong atau hoaks sejak Januari hingga Mei 2022. Penindakan terhadap kasus berita bohong terjadi setiap bulan. Bahkan pada Januari dan Maret, Polri menindak 13 perkara.

 



Jumlah data dalam lima bulan di 2022 meningkat dibanding 2021. Bahkan peningkatannya mencapai enam kali lipat dibanding lima bulan pertama di 2021. Penindakan dilakukan pada berita hoaks yang disebar melalui media sosial maupun media elektronik.

 



Bila dilihat data dari 2019 hingga 2021, terjadi penurunan jumlah data tindak pidana terhadap berita bohong atau hoaks. Namun di 2022, jumlah penindakan meningkat kembali. Bahkan dalam lima bulan pertama di 2022, jumlah penindakan meningkat signifikan dibanding masa setahun di 2021.  

 

Mengapa orang menyebarkan berita bohong?

Hukum Indonesia telah menerapkan Undang Undang ITE Pasal 28 ayat (1) untuk menindak pelaku penyebaran berita bohong. Sebab bagi sebagian kalangan, penyebaran berita hoaks dapat merugikan, meresahkan, dan memberikan efek negatif. Ancaman hukumannya paling lama penjara selama enam tahun dan denda Rp1 miliar.

 

Namun, penyebaran berita hoaks tetap banyak terjadi, baik di aplikasi percakapan maupun media sosial. Temanya pun beragam, mulai dari politik, ekonomi, sosial, hingga kesehatan. Berita belum tentu jelas itu pun disebar secara berantai.

 

“Motifnya bisa macam-macam. Ada yang niatnya untuk memperingatkan kerabat agar ia tak ke sana (suatu tempat). Bisa jadi, ia (penyebar berita) panik terhadap sebuah bencana dan berujung pada tindakan menyebar hoaks,” ujar Pengamat Media Sosial Nukman Luthfie yang dikutip dari artikel berjudul Sudah Ada UU ITE, Kenapa Masih Ada Hoax? di laman www.kominfo.go.id

 

Lain lagi laman www.liputan6.com dengan artikel berjudul 5 Alasan Orang Suka Sebar Hoaks: Eksistensi hingga Kejar Profit. Di artikel tersebut, salah satu alasan orang menyebarkan berita bohong adalah untuk sebuah pengakuan atau eksistensi. Pengirim kabar merasa bangga menjadi penyebar pertama sebuah informasi yang paling terkini. Padahal, informasi itu belum tentu benar.




--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---