Artikel

Kebakaran, Bencana atau Pidana?

KEBAKARAN menjadi bencana paling sering terjadi sejak awal 2023. Selama delapan bulan. Polri mendapat laporan sebanyak 856 kebakaran. Jumlah kebakaran mencapai 35 persen dari jumlah total bencana di seluruh Indonesia. Polri pun melakukan penyelidikan bila kebakaran mengandung unsur pidana. Bila demikian, penindakan secara hukum dilakukan sesuai undang undang yang berlaku.

 

Kebakaran dilaporkan di 33 provinsi. Artinya, hampir seluruh Polda menangani peristiwa tersebut. Polda Jawa Barat menjadi satuan kerja dengan jumlah laporan kebakaran paling banyak yaitu 149 kejadian. Sementara Polda Maluku tidak mendapat laporan mengenai kebakaran.

 

Kebakaran dinyatakan sebagai bencana bila berasal dari api yang tak dapat dihindari. Namun kebakaran bisa disebut sebagai kejahatan bila ada orang yang sengaja memantik api atau lalai sehingga percikan api membesar dan merugikan orang lain. Namun untuk mengetahui apakah kebakaran itu bencana atau kejahatan, tentu Polri dan pihak terkait harus melakukan penyelidikan terlebih dulu.

 

 

Dalam KUHP yang berlaku saat ini, kebakaran yang sengaja dilakukan tentu merupakan sebuah kejahatan yang membahayakan keamanan umum. Pelaku yang sengaja melakukan pembakaran akan dipidana paling lama 12 tahun penjara. Jerat hukum itu semakin berat menjadi 15 tahun penjara bila perbuatan itu mengakibatkan korban luka. Bila perbuatan yang dilakukan itu mengakibatkan korban jiwa, maka pelaku terancam hukuman paling lama penjara seumur hidup.

 

Kelalaian yang mengakibatkan kebakaran pun diancam hukuman penjara. Pasal 188 menegaskan orang yang lalai sehingga mengakibatkan kebakaran diancam hukuman paling lama 5 tahun atau pidana kurungan selama setahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta.

 

Namun di UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP, orang yang karena lalai mengakibatkan kebakaran dan membahayakan nyawa orang lain dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Ancaman hukuman itu lebih berat daripada KUHP yang berlaku saat ini. Sementara UU Nomor 1 Tahun 2023 itu disahkan pada 6 Desember 2022 dan akan diberlakukan tiga tahun setelah pengesahan.

 

Salah satu kasus kebakaran yang ditangani Polri adalah kebakaran di Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara. Peristiwa itu terjadi pada 3 Maret 2023.

 

Sebanyak 25 orang tewas dalam kejadian tersebut. Puluhan orang terluka. Puluhan rumah warga di sekitar lokasi kejadian rusak. Penyidik meminta keterangan 54 saksi.

 

Waspada bencana

Selama delapan bulan di 2023, Polri mendapat laporan 2.447 bencana di seluruh wilayah Indonesia. Bencana yang paling sering dilaporkan adalah kebakaran. Dari 34 Polda, hanya 1 Polda yang tidak mendapat laporan kebakaran.

 

Selain itu, Polri juga mendapat laporan bencana lain. Selain kebakaran, ada beberapa bencana yang juga kerap dilaporkan ke kepolisian seperti tanah longsor, angin puting beliung, banjir, serta kebakaran hutan dan lahan.

 




Polda Jawa Tengah menjadi satuan kerja dengan laporan bencana paling banyak yaitu 671 kejadian atau 27,4 persen dari jumlah total bencana. Tanah longsor menjadi bencana yang paling sering terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Tengah.

 

Sementara satuan kerja dengan jumlah laporan bencana paling sedikit adalah Polda Bangka Belitung. Polda hanya mendapat satu laporan bencana yaitu kebakaran.

Data pada DORS SOPS Polri menunjukkan waktu rawan bencana yaitu di saat masyarakat sedang sibuk beraktivitas. Sebanyak 51,5 persen bencana paling banyak terjadi mulai pukul 08.00 hingga 17.59. Selain itu, perumahan atau pemukiman menjadi lokasi paling rawan terhadap dampak bencana. Selama 8 bulan, sebanyak 1.534 bencana terjadi di daerah perumahan atau pemukiman.


Bencana datang tanpa diduga. Untuk itu, warga perlu melakukan tindakan untuk berjaga-jaga bila bencana datang. Warga perlu menyimpan nomor darurat penting untuk melaporkan kejadian bencana, misalnya nomor kontak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat atau nomor kantor polisi terdekat.

 

Warga juga perlu menyiapkan sebuah tas siaga bencana. Tas itu menyimpan kebutuhan selama bencana dan juga menyimpan dokumen penting yang perlu diselamatkan. Salah satu benda kecil yang harus disimpan di tas tersebut yaitu peluit. Benda itu tidak bisa dianggap sepele. Karena saat bencana datang, bunyi peluit menjadi penanda seseorang meminta atau memanggil pertolongan.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---