Artikel
Ledakan di SMAN 72: Bom dan Fenomena Anak Berhadapan Hukum
24 November 2025
11 September 2025Ngeri, Rentetan Kasus Mutilasi di Jawa Timur
21 February 2025Ratusan Anak Terlibat Tindak Kriminal sejak Awal Tahun 2025
DI rumah ataupun di sekolah, FN tak punya tempat untuk berkeluh kesah. Saat ia mengalami kekerasan, ia tak tahu harus berbicara kepada siapa. Ia tak dekat dengan ayahnya. Sedangkan ibunya, sejak bercerai, tinggal di luar negeri untuk bekerja.
FN hanya ingin didengar. Ia hanya ingin ada seseorang yang memahami apa yang ia rasakan. Mungkin, dentuman bom yang meledak di SMAN 72 Jakarta Utara itu bukan sekadar letupan bahan peledak. Tapi, suara sunyi yang FN simpan sendiri selama ini.
Namun serapuh apa pun FN, perbuatannya tetap tak bisa dibenarkan. Ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan hukum. Sebab, ledakan yang ia ciptakan telah membahayakan banyak nyawa.
Potret Anak Bermasalah dengan Hukum (ABH)
Kisah FN bukan berdiri sendiri. Di balik satu ledakan, sebuah data pun menguak. Ada ribuan anak yang terseret dalam pusaran masalah hukum. Seperti FN, mereka mencari tempat untuk bersuara.
FN menjadi satu dari 21.945 anak dan remaja berusia di bawah 20 tahun yang tercatat bermasalah dengan hukum sepanjang 2025. Data Pusiknas Bareskrim Polri mencatat angka tersebut sejak Januari hingga 13 November 2025.
Dari jumlah terlapor, terdapat tiga jenis pekerjaan terlapor berusia kurang dari 20 tahun dengan jumlah paling banyak yaitu:
- Mahasiswa : 6.058 orang
- Karyawan swasta : 4.201 orang
- Tani : 1.418 orang
Selain dari tiga jenis pekerjaan tertinggi, ada terlapor yang masih duduk di bangku sekolah atau berstatus pelajar yaitu sebanyak 145 orang.
Mayoritas terlapor berjenis kelamin laki-laki, yaitu 19.115 orang, sementara 2.125 orang adalah perempuan.
Tren Kasus ABH 2025
Sepanjang November saja, terdapat 268 anak dan remaja yang terlibat kasus hukum, setara dengan 15,13 persen dari total terlapor sepanjang Oktober 2025.
- Kasus tertinggi terjadi pada Mei 2025, mencapai 2.771 terlapor.
- Angka sempat menurun hingga Agustus 2025, lalu kembali naik pada September.
- Pola ini menunjukkan bahwa penurunan kasus anak berhadapan hukum belum konsisten dan masih rentan melonjak sewaktu-waktu.
Ada tiga Polda dengan yang menangani terlapor berusia kurang dari 20 tahun dengan jumlah paling banyak yaitu:
- Polda Sumatra Utara : 2.616 orang
- Polda Jawa Timur : 2.018 orang
- Polda Sulawesi Selatan : 1.519 orang
Setiap angka di atas adalah anak yang mungkin merasa kehilangan arah. Mereka yang mencari tempat untuk didengar, dihargai, dan dipahami sebelum akhirnya terjerat dalam tindak kriminal.
Ledakan yang Menggema dari Kesendirian
Jumat siang, 7
November 2025, menjadi hari yang tak terlupakan di SMAN 72 Jakarta.
Sebuah ledakan mengguncang masjid sekolah, bukan hanya secara fisik, tapi juga
batin banyak orang.
Peristiwa:
- Ledakan terjadi di area masjid sekolah saat salat Jumat berlangsung.
- Asap putih membubung dari kubah masjid, menimbulkan kepanikan.
- Pelajar, guru, dan staf berhamburan keluar, sebagian membantu yang terluka, sebagian mencari tempat aman.
- 96 orang dilaporkan mengalami luka akibat ledakan.
Saksi Sunyi:
- FN berdiri memandangi lokasi ledakan dengan tatapan kosong.
- Empat dari tujuh bom rakitannya meledak.
- Meski terluka di kepala, FN selamat.
- Yang tersisa adalah tanya: apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan lewat ledakan itu?
Tragedi ini bukan semata tindak kriminal. Ia menggambarkan bagaimana kesepian,
tekanan, dan rasa terasing di kalangan remaja bisa berubah menjadi bentuk
perlawanan yang ekstrem. Ledakan itu seolah menjadi suara terakhir dari
seseorang yang tak pernah benar-benar didengar.
Dorongan dari Sunyi
Dari hasil penyelidikan sementara, FN diduga merakit bom secara mandiri setelah mempelajari bahan kimia dan teknik sederhana melalui internet. Ia menyiapkan alat itu dalam hitungan minggu.
Namun lebih dari sekadar tindakan berbahaya, apa yang FN lakukan tampak seperti bentuk frustrasi panjang. Sebuah upaya untuk menyalurkan kemarahan dan rasa tidak berdaya yang tak pernah tersampaikan.
Jejak yang Terlihat Sebelum Ledakan:
- FN pernah menjadi korban perundungan di sekolah; sering diolok karena pendiam dan tertutup.
- Ia sempat melapor ponselnya dirusak oleh teman sekelas, namun aduannya tak banyak ditanggapi.
- Di media sosial, ia menulis kalimat murung dan membagikan foto benda tajam.
- Sesekali ia mengunggah video percobaan sains sederhana, yang kini tampak seperti percikan awal dari ketertarikannya pada bahan kimia.
Semua sinyal itu mungkin tanda bahaya yang terlewat dibaca. Bagi sebagian anak, dunia digital adalah tempat pelarian. Tapi bagi FN, dunia itu justru memperdalam sunyi, tak ada yang menegur, tak ada yang bertanya, tak ada yang menolong. Hingga akhirnya, ia memilih cara ekstrem untuk bersuara.
“Sejak awal tahun yang bersangkutan sudah mulai melakukan pencarian (terkait pembuatan bom). Ketika merasa perasaan tertindas, kesepian, tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa. Lalu yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam, dendam terhadap beberapa perlakuan-perlakuan kepada yang bersangkutan,” ujar Juru Bicara Datasemen Khusus (Densus) 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana dikutip dari artikel di laman IDNTimes dengan judul Fakta-fakta Terkini Pelaku Anak di Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta.
Catatan Akhir
Kasus FN bukan sekadar tentang ledakan di sekolah, tetapi tentang suara anak yang tak pernah benar-benar didengar. Di balik peristiwa itu, tersimpan tanda bahaya sosial: kesepian, tekanan, dan gagalnya lingkungan memberi ruang aman bagi remaja untuk berbicara.
FN hanyalah satu dari ribuan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang memilih jalan keliru karena berpikir pendek. Meski berusia belia, mereka tetap harus menanggung konsekuensi hukum atas tindakannya.
Namun di balik vonis dan tembok penjara, tersisa pertanyaan: bagaimana masa depan mereka setelah kehilangan masa muda dan menyandang label narapidana? Sebab masyarakat juga berperan dalam mendorong mereka ke arah salah, melalui perundungan, pengabaian, atau kekerasan yang dibiarkan.
Tanggung jawab itu tak berhenti di pengadilan. Masyarakat pun harus siap menerima mereka kembali.
Catatan ini menjadi pengingat bagi anak-anak lain. Setiap tindakan kriminal membawa konsekuensi panjang yang bisa merenggut masa depan.
Tentang Pusiknas
Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas).
Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri, dan berlandaskan pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 mengenai Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas, yang berfungsi mendukung kinerja Polri di bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi, serta menyediakan pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri.
Seluruh kegiatan Pusiknas diarahkan untuk mendukung terwujudnya Polri yang PRESISI: Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan.
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---