Artikel

Makin Banyak Korban dan Terlapor Pembunuhan dari Pelajar serta Mahasiswa

20 May 2024

JUMLAH pelajar dan mahasiswa yang menjadi korban serta terlapor kasus pembunuhan makin banyak. Di beberapa kasus yang diungkap kepolisian, pelaku dan korban justru saling kenal. Mengapa kelompok masyarakat yang masih berusia anak-anak di mata hukum itu bisa menjadi pelaku pembunuhan?

 Data pada EMP Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan 51 dari 431 korban pembunuhan masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Data itu didapat untuk periode 1 Januari sampai 10 Mei 2024. Data EMP tersebut diakses pada Senin, 13 Mei 2024 pukul 12.00 WIB.

 Sementara pada periode 1 Januari sampai 10 Mei 2023, Polri mengungkap 34 pelajar dan mahasiswa menjadi korban pembunuhan. Dengan kata lain, terjadi peningkatan jumlah korban sebesar 50 persen dari jumlah korban.


 Bukan hanya jadi korban, kelompok masyarakat kategori pelajar dan mahasiswa juga dilaporkan sebagai pelaku pembunuhan. Data pada EMP menunjukkan, di 2024, sebanyak 20 pelajar dan mahasiswa dilaporkan sebagai pelaku pembunuhan. Jumlah tersebut mencapai 4,71 persen dari jumlah total terlapor kasus pembunuhan periode 1 Januari sampai 10 Mei 2024.

 Jumlah pelajar dan mahasiswa yang jadi terlapor pembunuhan meningkat bila dibandingkan dengan periode yang sama di 2023. Pada 1 Januari sampai 10 Mei 2023, sebanyak 12 pelajar dan mahasiswa jadi terlapor kasus pembunuhan.

 Salah satu kasus pembunuhan dengan korban dan pelaku dari kelompok pelajar terjadi di Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Senin malam, 9 Mei 2024, seorang pelajar SMK berinisial FH (18) ditemukan tewas tergeletak di pinggir jalan Topore-Toabo. Semula, FH diduga sebagai korban kecelakaan lalu lintas. Namun puluhan luka tusuk ditemukan pada tubuh korban.

 

“Luka korban menunjukkan luka bekas tikaman senjata tajam di sekujur tubuh,” ungkap Kapolresta Mamuju Kombes Pol Iskandar dikutip dari artikel berjudul Pelajar SMK Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan, Awalnya Dikira Korban Kecelakaan, Ternyata Dibunuh Teman diunggah di www.kompas.com pada 10 Mei 2024.

 

Hasil olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan saksi, polisi mengungkap FH dibunuh oleh temannya yang berinisial HK (18). Polisi lalu menangkap HK beberapa jam setelah kejadian pembunuhan.

 

HK mengakui tindakannya itu. HK mengaku ia menikam korban lantaran kesal dan dendam karena FH kerap merundungnya di sekolah.

 

“Terduga pelaku sudah kita amankan dan masih terus dilakukan pemeriksaan di ruangan satuan reskrim Polresta Mamuju,” ujar Kombes Pol Iskandar.

 

Ada pula kasus pembunuhan yang terjadi pada seorang pelajar terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Semula, pada 16 Maret 2024, korban berinisial MA (7) dilaporkan hilang. Sehari kemudian, MA ditemukan dalam kondisi tewas. Hasil penyelidikan menunjukkan korban tewas dicekik. Diduga, MA juga jadi korban kekerasan seksual.



 “Setelah melalui proses yang panjang, kita berhasil mengungkap pelaku saudara S alias A (14) pelajar SMP ditetapkan sebagai tersangka atau anak yang berhadapan dengan hukum,” kata Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo dikutip dari artikel berjudul Bocah 7 Tahun Dicabuli ABG hingga Tewas di Sukabumi, Ini 5 Faktanya diunggah di www.detik.com pada 3 Mei 2024.

 

Polisi lalu menangkap S saat sedang memanen sawi di Desa Cipetir. Sementara lokasi kejadian pembunuhan terjadi tak jauh dari rumah korban.

 

S dijerat dengan pasal berlapis terkait perlindungan pidana anak, pembunuhan, dan penganiayaan yang berujung kematian. S diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

 

Mengapa anak bisa jadi pembunuh?

Anak jadi pembunuh. Kalimat itu seolah mengejutkan dan berkesan tak masuk akal. Namun di masa kini, kalimat itu seolah kerap didengar melalui pemberitaan di media-media. Misalnya HK di Mamuju, Sulawesi Barat dan S di Sukabumi, Jawa Barat. HK mengaku membunuh temannya karena dendam kerap dirundung atau di-bully. Sementara S tega membunuh tetangganya disertai dengan tindakan kekerasan seksual.

Menurut Sosiolog Universitas Indonesia Devie Rahmawati, perilaku keji yang dilakukan anak-anak itu berkorelasi dengan tindakan agresif mereka. Dalam artikel berjudul Mengapa Anak Menjadi Pembunuh? diunggah di www.detik.com pada Selasa 17 Januari 2023, Devie menyebutkan empat faktor yang dapat mempengaruhi anak-anak untuk bertindak demikian, yaitu paparan konten negatif, keluarga, ekonomi, dan lingkungan.

 

Anak-anak yang terlalu sering terpapar konten negatif di layar kaca maupun internet dapat terpengaruh untuk melakukan tindakan agresif bahkan kekerasan. Hal itu diperparah dengan keluarga, utamanya orang tua, yang kerap berkata dan bertindak kasar kepada anak-anak. Sehingga anak-anak merekam tindakan orang tua yang menjadi contoh dalam kehidupan mereka. Ditambah lagi, anak-anak memiliki pergaulan yang negatif. Sehingga lingkungan pun membangun karakter anak.

 

Psikolog Ghulbuddin Himamy, M.Psi mengatakan siapa pun bisa melakukan kejahatan, bahkan anak-anak sekalipun. Anak yang sedang dalam kondisi mental labil belum dapat menimbang konsekuensi atas perbuatan yang mereka lakukan. Mereka pun belum dapat mengendalikan emosinya.

 

“Emosi remaja mudah bergejolak dan mengedepankan emosi ketimbang nalar,” ungkap Ghulbuddin dikutip dari artikel berjudul Sebab Anak-anak Menjadi Pembunuh diunggah di laman www.pontianakpost.jawapost.com pada Selasa, 30 April 2024.

 



Di masa mencari jati diri, anak-anak atau remaja yang melanggar peraturan dan norma kerap dianggap keren. Apalagi bila orang tua kurang mengawasi paparan konten terhadap anak-anak juga pergaulan mereka.

 

Banyak remaja mengalami atau melakukan tindak kekerasan, bahkan kejahatan, karena tak ada komunikasi di dalam keluarga. Meski finansial orang tua terbilang cukup, anak-anak merasa tidak nyaman berada di dalam lingkup keluarganya. Sehingga mereka mencari kenyamanan di luar rumah.

 

“Saat di luar, bukan mencari ke arah yang benar, tapi masuk ke hal-hal menjurus kekerasan,” ujar psikolog yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa Daerah Kalimantan Barat tersebut.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---