Artikel
Mutilasi, Kejahatan Sadis yang Tak Pernah Bisa Menutupi Kebenaran
10 September 2025

KASUS pembunuhan yang disertai tindakan memutilasi korban selalu menyita perhatian publik. Selain karena tingkat kekerasannya yang ekstrem, tindakan itu menyisakan pertanyaan besar: mengapa pelaku tega memotong-motong tubuh korbannya?
Menurut kriminolog, mutilasi sering tidak hanya dilatarbelakangi dendam atau sakit hati, tapi juga strategi untuk menyamarkan identitas korban, sehingga pelaku berharap bisa lolos dari penyidikan.
“Cara itu dianggap dapat menghilangkan jejak korban dan mempersulit identifikasi, sehingga pelaku pun sulit diidentifikasi,” ujar Prija Djatmika, pakar hukum pidana dan kriminologi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dikutip dari artikel berjudul Mengapa Seseorang melakukan Mutilasi? Ini Kata Kriminolog diunggah di laman Republika.
Kriminolog Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, juga menyoroti bahwa korban mutilasi seringnya adalah perempuan yang memiliki hubungan intim dengan pelaku laki-laki, menciptakan ketidakseimbangan yang memicu kekerasan.
“Maka di kasus mutilasi, pelakunya lebih banyak laki-laki, dan korbannya adalah perempuan,” ujar Yogo dikutip dari artikel berjudul Lima Fakta Mutilasi Perempuan dalam Koper di Ngawi – Mengapa Orang Melakukan Mutilasi? di laman BBC.
Jadi Pintu Mengungkap Kasus
Di lapangan, pelaku yang berusaha menyembunyikan jejak dengan mutilasi justru sering kali meninggalkan petunjuk baru. Teknologi forensik, ketekunan penyidik, dan data pendukung lainnya justru mempersempit ruang pelarian mereka.
Alih-alih menutup kemungkinan terungkap, mutilasi justru menyingkap detail baru yang mudahkan penyelidikan. Hampir semua kasus mutilasi di Indonesia dapat diungkap, meski membutuhkan waktu dan kerja keras.
Fakta menunjukkan, seberapa liciknya pelaku, pada akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya. Polisi mengandalkan ketekunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk mengungkapkan kebenaran.
Pada Januari 2025, jasad perempuan ditemukan dalam koper merah di Ngawi dengan kondisi mutilasi dan potongan tubuh tersebar di Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo. Polisi melakukan identifikasi dengan memanfaatkan sidik jari yang dipindai melalui alat Mobile Automatic Multi Biometric Identification System (MAMBIS). Hasilnya adalah korban berhasil dikenali, dan pelaku ditangkap tak lama setelahnya.
Kasus mutilasi lain terjadi di akhir Agustus 2025. Di Mojokerto, warga menemukan 63 potongan tubuh manusia di semak-semak Dusun Pacet Selatan. Identifikasi korban terungkap setelah anjing pelacak K-9 menemukan potongan telapak tangan. Polisi kemudian memindai sidik jari pada telapak tangan tersebut menggunakan MAMBIS.
Hasilnya, polisi mengungkap identitas korban yaitu TAS (25), perempuan asal Lamongan. Tak sampai sehari sejak penemuan jasad, polisi membekuk Alvi Maulana yang tak lain adalah kekasih korban.
Termasuk Pembunuhan Berencana
Di Indonesia, polisi menjerat pelaku mutilasi dengan pasal pembunuhan berencana, yaitu Pasal 340 KUHP. Ancaman hukumannya tak main-main yaitu pidana mati atau penjara seumur hidup.
Data Pusiknas Bareskrim Polri mencatat, kasus pembunuhan paling banyak terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Timur. Sejak Januari hingga 8 September 2025, ada 65 kasus pembunuhan yang ditangani di Jawa Timur. Secara nasional, jumlah kasus pembunuhan di periode tersebut mencapai 745 perkara, dengan 21 polda melakukan penindakan di wilayah masing-masing.
Total ada 1.131 terlapor dalam kasus pembunuhan. Dari jumlah itu, kelompok pekerjaan yang paling banyak terlapor adalah petani, yakni 125 orang atau 11,05 persen. Sementara jumlah korban jiwa mencapai 1.148 orang, dengan 65,15 persen di antaranya berjenis kelamin laki-laki.
Mutilasi memang dimaksudkan pelaku sebagai upaya terakhir untuk menghapus jejak. Namun, pada kenyataannya, tindakan itu tidak pernah benar-benar berhasil. Kecanggihan teknologi forensik, ketekunan penyidik, serta dukungan data biometrik justru menjadikan potongan-potongan tubuh yang dibuang sembarangan sebagai puzzle yang akhirnya membongkar kebohongan pelaku.
Kasus demi kasus membuktikan seberapa pun sadis metode yang ditempuh, kebenaran tidak bisa ditutupi. Pada akhirnya, hukum akan menjerat, dan keadilan akan menemukan jalannya.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---