Artikel

Narkoba, Kejahatan Tertinggi Kedua di Indonesia

PENINDAKAN terhadap kejahatan narkoba dan psikotropika di Indonesia menembus angka 15.455 kasus dalam semester pertama di 2022. Bahkan data di Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan perkara narkoba menjadi kejahatan tertinggi kedua setelah pencurian dengan pemberatan atau curat. Namun dampak kejahatan narkoba lebih berbahaya.

“Narkoba, korupsi, dan terorisme adalah jenis kejahatan extraordinary crime yang merupakan kejahatan terorganisasi lintas negara dan dapat menjadi ancaman serius karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa,” demikian tertulis dalam artikel berjudul Bahaya Narkoba, Korupsi, dan Terorisme di laman www.bnn.go.id.


Narkoba tak hanya berdampak pada kesehatan penyalahguna. Tapi transaksi dan jaringan narkoba berkaitan dengan terorisme dan pencucian uang. Tindakan kriminal lain pun muncul akibat narkoba.

Sejarah penanggulangan narkoba di Indonesia

Pada 1971, pemerintah Indonesia menganggap narkoba berpotensi menjadi masalah serius. Lantaran itu, Presiden Republik Indonesia Soeharto menginstruksikan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) menanggulangi enam masalah nasional. Satu di antaranya yaitu narkoba. Hanya saja, sistem penanganan narkoba di masa itu masih berskala kecil.

Berpuluh tahun kemudian, tepatnya di 1997, pemerintah dan DPR mengesahkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Presiden RI Abdurrahman Wahid pun membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN). Saat itu, Kepala Kepolisian RI memimpin BKNN.

 



Sepuluh tahun kemudian, pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) di tingkat pusat, provinsi, hingga kota dan kabupaten. Tujuannya agar penanggulangan narkoba di Indonesia lebih maksimal dan optimal. Aturan tentang penanggulangan narkoba pun diperbarui yaitu dengan mengesahkan UU Nomor 35 Tahun 2009 sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997.

Dalam memperingati Hari Anti Narkotika Internasional 2022, BNN menggelorakan semangat War on Drugs secara masif ke masyarakat. BNN berharap semangat itu dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kesadaran ini perlu dibangkitkan dari lingkungan keluarga.

Presiden RI Joko Widodo pun bersuara tegas mengenai perang melawan narkoba. Presiden menganggap narkoba sebagai ancaman serius yang dapat melumpuhkan energi positif bangsa. Serta, narkoba dapat merusak masa depan bangsa.

“Maka, seluruh komponen bangsa harus bergerak melindungi generasi bangsa dari jaringan pengedar narkoba. Selain itu perlu adanya edukasi atas dampak kesehatan dan implikasi hukum selain melakukan pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi,” terang Presiden dikutip dari artikel berjudul Bahaya Narkoba, Jokowi Beri 5 Perintah Ini kepada BNN di laman www.beritasatu.com.



Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, BNN bertugas bersama-sama Polri melawan narkoba. Petugas penyidik dari dua lembaga tersebut bekerja sama menyelidiki, menyidik, memeriksa, menangkap, hingga melakukan penahanan terkait penyalahgunaan serta peredaran narkoba. Namun BNN memiliki tugas lain yaitu mencegah penyalahgunaan dan peredaran narkoba di masyarakat, mengembangkan laboratorium, dan meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan sosial untuk pecandu narkotika.

Barang bukti 3 kuintal per bulan

Dari 7 Juni hingga 8 Juli 2022, BNN mengungkap 11 kasus tindak pidana narkotika. Barang bukti mencapai 3 kuintal. Sebanyak 22 tersangka ditangkap, tiga di antara mereka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Mirisnya, empat dari 22 tersangka itu ternyata berstatus sebagai aparat penegak hukum aktif. Bahkan, mereka terlibat dalam peredaran gelap narkotika. Pengungkapan belasan kasus itu merupakan kerja sama dari BNN dengan TNI, Polri, serta Bea dan Cukai.

 

Ancaman hukuman yaitu pidana mati atau penjara seumur hidup. Penindakan terhadap mereka sesuai dengan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2), Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2), Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

BNN menyayangkan aparat penegak hukum terlibat dalam kasus tindak pidana narkotika. Padahal, aparat penegak hukum harusnya menjadi garda terdepan memberantas narkotika di Indonesia.

“Ini menjadi tantangan besar bagi seluruh apparat penegak hukum dalam memelihara integritas individu agar tidak terpengaruh untuk melakukan pelanggaran hukum,” tulis Humas BNN dalam siaran pers berjudul Dalam 1 Bulan, BNN RI Sita 3 Kuintal Narkotika di laman www.bnn.go.id.

Kapolri perintahkan binasakan anggota terlibat narkotika

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun tidak memberikan toleransi pada anggota kepolisian yang terlibat dalam narkotika. Seharusnya, kepolisian memberantas tindak pidana narkotika. Jadi, bila ada anggota yang terlibat dalam peredaran dan penyalahgunaan narkotika, Kapolri meminta Divisi Propam segera melakukan tindakan tegas.

“Terhadap yang melakukan pidana, utamanya narkoba, kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki, kalau sudah tidak bisa dibina, ya dibinasakan saja. Yang begitu-begitu segera selesaikan,” tegas Kapolri dikutip dari artikel berjudul Kapolri soal Polisi Terlibat Narkoba: Kalau Tak Bisa Dibina, Binasakan! di laman www.suara.com.

Tak hanya memakai, beberapa anggota polisi pun terlibat sebagai pengedar narkoba. Pada 2018, sebanyak 297 polisi terseret kasus narkoba. Jumlah tersebut naik dua kali lipat pada 2019 menjadi 515 orang. Sementara di 2020, Polri memecat 113 anggota yang terlibat pelanggaran berat.

“Tindakan tegas polisi yang terlibat berbagai pelanggaran berat, khususnya narkoba, dipecat,” terang Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dikutip dari artikel berjudul Ratusan Polisi Terjerat Kasus Narkoba dari Tahun ke Tahun di laman www.cnnindonesia.com.

Dalam aksi perang melawan narkoba, Polri terus menindak kejahatan narkotika. Sepanjang Juni 2022, Polri melakukan penindakan terhadap 2.083 kasus kejahatan narkotika. Polda Sumatra Utara melakukan penindakan paling banyak yaitu 381 kasus.


Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---