Artikel

Niat Mau Magang, Mahasiswa Indonesia Malah Dipekerjakan di Jepang

16 July 2024

RATUSAN orang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada 2024. Pemerintah pun mengingatkan warga untuk tidak termakan iming-iming penawaran kerja, khususnya di luar negeri, dengan gaji yang tinggi namun prosedurnya tidak jelas.


Bukan hanya penawaran kerja, modus perdagangan orang juga dapat berupa tawaran magang. Alih-alih mendapatkan pengalaman magang kerja di sebuah perusahaan, korban justru diperjualbelikan.

 

“Jangan sampai keluarga kita menjadi korban karena tergiur iming-iming proses cepat, gaji tinggi, namun pada akhirnya menyesal karena tak sesuai ekspektasi,” ujar Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DI Yogyakarta Agung Rektono Sakti dikutip dari unggahan artikel berjudul Kemenkumham DIY: Waspadai Modus Perdagangan Orang di laman www.monitorindonesia.com.



Akhir Juni 2024, Bareskrim Polri membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus program magang ke Jepang. Dua orang berinisial ZA dan FY melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang, sebagai peserta program magang. Namun setibanya di Jepang, mereka dijadikan buruh. ZA dan FY beserta sembilan mahasiswa lain diberangkatkan oleh sebuah politeknik di Sumatra Barat.

 

“Selama satu tahun magang, korban melaksanakan pekerjaan, bukan layaknya magang. Akan tetapi bekerja seperti buruh,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro dikutip dari artikel berjudul Satgas TPPO Polri Ungkap Modus TPPO dengan Kirim Mahasiswa ke Jepang diunggah di laman www.humas.polri.go.id pada Kamis, 27 Juni 2024.

 

Polri menetapkan dua tersangka berinisial G dan EH. Keduanya merupakan mantan direktur sebuah politeknik di Sumatra Barat. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 4 dan Pasal 11 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO. Ancaman hukuman untuk keduanya yaitu maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp600 juta.

 

Kasus TPPO berkedok magang juga diungkap Polri beberapa bulan lalu. Empat mahasiswa mengadu ke KBRI di Jerman karena dipekerjakan di negara tersebut, padahal status mereka adalah mahasiswa magang. Berbekal informasi dari KBRI di Jerman, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pun melakukan penyelidikan dan penyidikan.

 

Polri menetapkan beberapa tersangka terkait kasus tersebut. Salah satunya yaitu seorang perempuan bernama Enik Rutita yang merupakan Direktur Utama PT SHB, perusahaan yang menawarkan program magang ke kampus. Enik Rutita ditangkap Polri saat ia berlibur di Italia.

 

Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan program Ferien Job itu bukan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Tenaga Kerja pun menyatakan Ferien Job Jerman tak memenuhi kriteria magang di luar negeri.

 

“Para mahasiswa dipekerjakan secara non prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” ujar Brigjen Pol Djuhandani dikutip dari artikel berjudul Enik Rutita, DPO Kasus TPPO Mahasiswa Magang ke Jerman Ditangkap saat Piknik di Italia, Ini Perannya diunggah di laman www.tribunnews.com pada Kamis, 13 Juni 2024.

 

Ratusan korban TPPO di 2024

Data pada EMP Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan 246 orang menjadi korban TPPO sejak Januari hingga Juni 2024. Data itu didapat dari EMP Pusiknas Bareskrim Polri yang diakses pada Rabu, 3 Juli 2024.

 

Polda Jawa Barat menjadi kepolisian tingkat daerah yang menangani jumlah korban TPPO paling banyak yaitu 36 orang. Sementara itu Polda Jawa Barat menindak 40 orang terlapor dan 34 kasus TPPO selama semester 1 di 2024.



 

Merujuk pada data EMP, penindakan terhadap kasus TPPO paling banyak dilakukan pada Maret 2024 yaitu 57 perkara. Jumlah tersebut mencapai 25,59 persen dari jumlah total perkara TPPO dari awal tahun. Jumlah perkara mengalami tren yang fluktuatif sebab pada April 2024, jumlah perkara turun dari Maret, namun jumlah tersebut naik pada Mei. Lalu jumlah perkara TPPO kembali turun di Juni 2024.

 

Sedangkan jumlah perkara di semester 1 di 2024 menurun sekitar 42,34 persen dibandingkan jumlah perkara TPPO di semester 2 di 2023. Jumlah perkara TPPO di semester 2 di 2023 pun turun hingga 38,27 persen dari jumlah TPPO di semester 1 di 2023.

 

Apakah penurunan data ini berarti masyarakat sudah lebih waspada terkait potensi TPPO? Atau, apakah masih banyak korban TPPO yang belum lapor ke polisi atau instansi terkait? Apapun jawabannya, pemerintah akan terus memaksimalkan kinerja dan tugas Satuan Tugas TPPO untuk memberantas tindak pidana tersebut.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---