Artikel

Penyebar Ujaran Bernuansa SARA Diancam Pidana 10 Tahun Penjara

(Jakarta, 11 Januari 2022)

UJARAN kebencian bermuatan isu suku agama ras dan antargolongan (SARA) berpotensi memecah belah bangsa serta menimbulkan keonaran. Pelaku yang menyebarkan ujaran kebencian dapat ditindak secara hukum dan dipenjara.

“Polri akan memberikan tindakan tegas dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam laman www.antaranews.com, Rabu 11 Januari 2022.

Kasus tersebut menyeret sejumlah nama ke penindakan hukum secara pidana. Beberapa di antaranya Ferdinand Hutahaean, Muhammad Kace, dan Yahya Waloni.

Tiga nama tersebut dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

                                                


Ada tiga perkara terkait ujaran kebencian melalui media elektronik yang ditangani Polri di awal 2022. Data itu didapat mulai 1 sampai 11 Januari 2022 dari data di Robinopsnal Bareskrim Polri.

Sebagai informasi, Pusiknas merupakan organisasi di bawah naungan Bareskrim Polri. Tugas Pusiknas yaitu menjadi pusat informasi kriminal yang memberikan layanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, modern, dan akurat secara online serta terintegrasi.

Pusiknas mendapat mandat dari negara untuk menjadi Wali Data Kriminal Nasional. Mandat diatur dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Ptabowo menyampaikan, dalam rilis akhir tahun Polri pada 31 Desember 2021, Polri melakukan langkah-langkah untuk mengurangi polemik dan perdebatan pasal karet terkait UU ITE yang dianggap melanggar kebebasan berekspresi.

Budaya beretika di ruang siber menjadi salah satu cara untuk mencegah munculnya ujaran kebencian. Lantaran itu Polri melakukan beberapa langkah untuk mewujudkan budaya beretika di ruang siber.

Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi Virtual Police. Tujuannya untuk mengingatkan masyarakat yang mengunggah konten-konten yang bersifat provokatif atau bermuatan SARA.

 

“Saat ini kita lakukan pendekatan-pendekatan mengingatkan. Ini berjalan baik, banyak masyarakat yang kemudian tidak paham dan memperbaiki. Namun, langkah ini tidak mengurangi kebebasan berekspresi atau kritik-kritik,” ungkap Kapolri dalam rilis yang tayang di YouTube.

Dalam rilis tersebut, Polri menindak 1.042 konten di media sosial. Sebanyak 691 konten lolos verifikasi atau 66,3 persen.

--- (Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya) ---