Artikel

Perempuan dan Anak Jadi Korban Kekerasan di Rumah Sendiri

20 October 2025

MAYORITAS kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di rumah sendiri. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan 58,75 persen kasus kekerasan menimpa korban di lingkungan rumah tangga.

 

Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) Kemen PPPA, jumlah total kasus kekerasan yang terjadi dalam periode tersebut mencapai 25.180 kasus, dengan 26.861 korban. Dari jumlah itu, 14.795 kasus terjadi di lingkungan rumah tangga, menimpa 15.657 orang.

 

Bentuk dan Pelaku Kekerasan

Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya terjadi dalam satu bentuk. Berdasarkan data Kemen PPPA, berikut jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan sepanjang Januari–Oktober 2025:

  • Seksual: 11.049 korban
  • Fisik: 8.533 korban
  • Psikis: 7.701 korban

 

Sebagian besar pelaku kekerasan justru berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti:

  • Teman atau pacar
  • Pasangan suami atau istri
  • Orang tua atau anggota keluarga lain

Fakta ini menunjukkan bahwa kekerasan kerap terjadi di lingkar paling akrab, membuat banyak korban merasa terjebak dan sulit mencari pertolongan.

 



Data ini menegaskan bahwa rumah, yang seharusnya menjadi tempat aman, ternyata masih menjadi lokasi paling rawan bagi perempuan dan anak dari kekerasan. Orang yang harusnya menjadi pelindung dan memberikan keamanan serta kenyamanan justru jadi pelaku.

 

Kasus Suami Bakar Istri

Di Jatinegara, Jakarta Timur, seorang pria tak mampu menahan emosi pada sang istri. Entah apa yang membuatnya gelap mata sehingga tega membakar istrinya, CAU (24).

 

Sang istri kini menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat luka bakar. Sedangkan pelaku kabur dan menjadi buruan polisi.

 

“Pelaku masih dalam pengejaran,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertoffan dikutip dari artikel di Detik berjudul Pria di Jatinegara Tega Bakar Istri Sendiri, Kini Diburu Polisi.

 

Anak Diperkosa Ayah Kandung

Di Tuban, Jawa Timur, seorang ayah berinisial PH (37) tega memperkosa anak kandungnya sendiri, berulang kali sejak 2024 hingga awal Maret 2025. Aksi keji itu dilakukan di rumah, tempat yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi sang anak.

 

Korban sempat melarikan diri karena trauma. Namun, setelah kembali ke rumah, ia memberanikan diri bercerita kepada ibunya, S (32). Tak terima atas perbuatan mantan suaminya, S segera melaporkan kejadian itu ke Polres Tuban.

Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya dukungan keluarga dan keberanian korban untuk bersuara.

  

 

Lapor ke Polisi


Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak boleh dibiarkan, sekalipun terjadi di dalam rumah.
Melaporkan ke polisi bukan hanya soal menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan perlindungan, rasa aman, dan keadilan bagi korban.

 

Sejak awal tahun, Pusiknas Bareskrim Polri mencatat 12.063 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari jumlah itu, 2.125 kasus merupakan kekerasan seksual, sementara sisanya 9.938 kasus berupa kekerasan fisik maupun psikis.


Rata-rata, setiap bulan polisi menerima lebih dari 1.000 laporan KDRT, dengan puncaknya pada Juli 2025 (1.395 kasus).


Jumlahnya memang sempat menurun hingga September 2025, namun dalam dua minggu pertama Oktober saja sudah tercatat 654 kasus, atau 51,41 persen dari total kasus pada bulan sebelumnya.

 

Catatan Akhir

Kekerasan dalam rumah tangga sering kali tersembunyi di balik dinding yang tampak tenang. Korbannya bisa siapa saja, perempuan, anak, bahkan lansia, yang memilih diam karena takut, malu, atau bergantung secara ekonomi pada pelaku.

 

Namun, diam bukan jalan keluar. Setiap laporan yang masuk ke polisi berarti satu langkah lebih dekat menuju perlindungan dan keadilan.

 

Peran masyarakat pun penting. Jangan menutup mata terhadap tanda-tanda kekerasan di sekitar kita. Membantu korban mencari pertolongan atau melapor bisa menyelamatkan nyawa. Rumah seharusnya menjadi tempat pulang, bukan tempat terluka.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---