Artikel
Puluhan Ribu Anak Terjaring Razia Pelanggaran Lalu Lintas
SETIAP kecelakaan bermula dari pelanggaran lalu
lintas. Salah satu pelanggaran yaitu anak-anak kurang dari usia 17 tahun
mengendarai sepeda motor atau mobil tanpa mengantongi surat izin mengemudi
(SIM). Pelanggaran itu dilakukan 52.846 anak yang terjaring razia mulai dari Januari
2024 hingga pekan kedua Mei 2024.
Polri menerbitkan SIM kepada pengemudi yang
memenuhi syarat administrasi, kesehatan jasmani dan rohani, memahami peraturan
lalu lintas, dan terampil berkendara. Salah satu syaratnya yaitu pengemudi
harus berusia minimal 17 tahun. Aturan itu ditegaskan dalam Pasal 25 Peraturan
Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang surat izin mengemudi.
Menurut Training Direction The Real Driving
Center (RDC) Marcell Kurniawan, ada alasan tertentu usia 17 tahun menjadi
batas minimal mendapatkan SIM. Seseorang dengan usia tersebut dianggap dewasa
secara fisik, perilaku, dan mental.
“Pada usia tersebut, seseorang sudah dianggap
mampu untuk fokus, mengambil keputusan yang tepat, dan mampu melakukan berbagai
tindakan antisipatif yang diperlukan,” ujar Marcell dikutip dari artikel
berjudul Tak Semua SIM Syaratkan Usia Minimal 17 Tahun, Simak
Penjelasannya diunggah di laman www.kompas.com.
Namun pada kenyataannya, banyak anak yang
berusia di bawah 17 tahun justru mengendarai sepeda motor maupun mobil. Data di
aplikasi ETLE Korlantas Polri yang diakses pada Senin, 20 Mei 2024 menunjukkan,
sebanyak 52.846 pengendara berusia di bawah 17 tahun terjaring razia
pelanggaran lalu lintas di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah tersebut didapat
dari Januari 2024 hingga 14 Mei 2024. Sekali lagi, itu yang terjaring razia.
Mungkin jumlah tersebut akan bertambah bila masih ada anak-anak berkendara
namun tak terkena razia.
Tiga polda dengan jumlah terbanyak anak-anak
yang terjaring razia pelanggaran lalu lintas yaitu Polda Metro Jaya (14.988
anak), Polda Jawa Tengah (9.398 anak), dan Polda Sumatra Utara (5.105 anak). Sementara
jumlah total pelanggar lalu lintas dari berbagai usia yaitu 564.838 orang.
Polri mengategorikan usia pelanggar dalam 4 jenis yang diketahui yaitu usia kurang dari 17 tahun, usia 17 sampai 25 tahun, usia 26 sampai 45 tahun, dan usia 46 sampai 65 tahun. Sementara usia dari 266.831 pelanggar lalu lintas tak diketahui.
Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan
anak-anak menjadi fenomena. Itu pula yang ditemukan Polda Metro Jaya saat
mengadakan patroli pada Operasi Keselamatan Lalu Lintas Candi 2024. Kabid Humas
Polda Jateng Kombes Pol Satake Bayu Setianto mengingatkan warga untuk
mengantisipasi kecelakaan yang melibatkan anak-anak dengan meminimalisasi
pelanggaran lalu lintas.
Dalam artikel berjudul Belasan Ribu Anak
Jadi Pelanggar Lalu Lintas, Pemerhati Pendidikan Minta Orang Tua Jangan
Permisif diunggah di humas.polri.go.id pada 7 Maret 2024, Kombes Pol Satake
Bayu mengatakan mengemudi tak hanya membutuhkan kesiapan fisik dan mental.
Namun pengemudi juga harus membekali diri dengan kemampuan dan pengetahuan
berlalu lintas yang baik.
“Jangan mudah memberikan akses kendaraan pada
anak-anak. Secara legal, seseorang baru bisa mendapatkan SIM di usia 17 tahun
dan mempunyai KTP,” ujar Kombes Pol Satake Bayu.
Orang Tua, Jangan Bangga bila Anak Bisa
Berkendara
Ali Formen, Ph.D., pemerhati pendidikan dari
Universitas Negeri Semarang (UNNES), prihatin dengan fenomena anak-anak yang
berkendara di jalan raya. Anak-anak berpotensi melanggar lalu lintas bahkan terlibat
dalam kecelakaan, entah sebagai pelaku maupun korban.
Ali meminta orang tua tak mudah memberikan
akses alat transportasi pada anak-anak, khususnya sepeda motor. Bahkan orang
tua atau orang dewasa seolah bangga bila anak-anak berusia belia mengendarai
alat transportasi bermotor.
“Ini semacam lingkaran setan. Anak dan
keluarga sama-sama terprovokasi untuk mengendarai alat kendaraan bermotor,”
ungkap Ali.
Ali juga mengingatkan sekolah maupun
lingkungan masyarakat tak menganggap normal bila ada anak-anak yang mengendarai
sepeda motor maupun mengemudi mobil. Seharusnya, fenomena ini menjadi keresahan
bersama dan harus ada solusi kolektif.
Menurut Ali, fenomena ini terjadi karena
angkutan umum yang aman dan nyaman buat anak-anak sangat minim, terutama untuk
mereka berangkat dan pulang sekolah. “Ini akibat tak adanya opsi transportasi
publik-komprehensif yang memadai. Oleh karena itu, transportasi umum juga
bagian dari solusi jangka panjang,” pungkas dosen lulusan Monash University
Australia itu.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1)
huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas).
Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan
Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat
Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas
untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal
berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik
internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI
(Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).
--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan
Tepercaya ---