Artikel

Teror Debt Collector: dari Perampasan hingga Pengancaman

AKSI penagih pinjaman atau debt collector (DC) menjadi momok yang meresahkan bagi masyarakat. Beberapa DC nekat melakukan teror hingga perampasan kendaraan bila peminjam tidak menuntaskan pinjamannya. Padahal, kelakuan mereka itu bertentangan dengan hukum. Hukum tersebut diganjar ke tujuh DC yang merampas mobil sebuah perempuan bernama Clara Shinta.

Kejadian bermula saat tujuh orang mendatangi Clara Shinta. Mereka mengatakan Clara menunggak pembayaran. Sementara Clara bersikukuh menyatakan bahwa ia tidak memiliki tunggakan apapun. Sebab, ia membeli mobil dengan sistem pembayaran tunai atau cash.

Clara berusaha menuntaskan masalah itu dengan baik-baik. Tapi kelompok DC itu menolak. Mereka lalu merampas kendaraan tersebut.

Tak terima dengan kejadian itu, Clara melapor ke Polda Metro Jaya. Clara melaporkan mereka dengan Pasal 365, 368, dan 335 KUHP. Clara juga melampirkan sejumlah alat bukti.

“Untuk yang dilaporkan dalam lidik yang pasti lebih dari satu. Jadi semua yang terlibat dari mulai kenapa mobil ini ditarik dan sampai siapa yang menarik,” ungkap Clara dikutip dari artikel berjudul Kronologi Mobil Selebgram Clara Shinta Ditarik paksa ‘Debt Collector’, Dipicu BPKB yang Digadai Mantan Suami diunggah di laman www.kompas.com.

Berani hadapi DC

Keberanian Clara berbuah hasil. Polda Metro Jaya memproses laporan. Kepolisian menangkap tiga DC. Sedangkan empat orang lain masih dalam pengejaran.

Penangkapan itu, kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran, merupakan konsistensi kepolisian menindak semua bentuk kejahatan, baik dilakukan perorangan maupun kelompok. Penagih utang yang melakukan teror dan intimidasi, apalagi perampasan, dicap melakukan tindak premanisme, persekusi, dan vigilante. Menurut Kapolda, tindakan debt collector itu tak ubahnya premanisme.

“Kami akan melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada kelompok maupun perorangan yang melakukan kekerasan seolah di atas hukum. Akan berhadapan dengan saya nanti orang-orang itu,” ungkap Irjen Pol Fadil dikutip dari artikel berjudul Kapolda Metro: Debt Collector Lawan Hukum Berhadapan dengan Saya diunggah di laman www.cnnindonesia.com pada Kamis 23 Februari 2023.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan para debt collector itu dijerat dengan beberapa pasal di KUHP. Satu di antaranya Pasal 214 KUHP tentang pengancaman. Sebab mereka mengancam sopir Clara dan anggota polisi yang turut memediasi masalah itu. Selain itu, debt collector dijerat dengan tindak pidana kekerasan, pemerasan, dan perbuatan tak menyenangkan.

Sejak tanggal 1 sampai artikel ini ditulis, Jumat 24 Februari 2023, Polda Metro Jaya menindak 112 kasus pemerasan, pengancaman, kekerasan, pencemaran nama baik, hingga perbuatan tak menyenangkan. Beberapa kasus yang dilaporkan terkait dengan debt collector. Sedangkan satuan kerja tingkat provinsi yang melakukan penindakan paling banyak adalah Polda Sulawesi Selatan yaitu 120 perkara.

 


Bagaimana dengan fenomena DC pinjol?

Penagihan dengan cara memaksa, mengancam, dan tak menyenangkan pun dilakukan oleh debt collector untuk pinjaman online (pinjol). Bahkan, melalui aplikasi berbagi pesan, debt collector mengancam akan menyebarkan data pribadi dan juga masalah pinjaman peminjam ke pihak lain.

Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan, debt collector tidak boleh melakukan tindakan melawan hukum saat menjalankan tugasnya. Termasuk, mempermalukan peminjam di muka umum atau menyebarkan masalah tersebut ke pihak lain.

“Tindakan itu dikategorikan pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP,” ungkap Agustinus dikutip dari artikel berjudul Debt Collector Tagih Utang dengan Ancaman dan Intimidasi, Bisakah Dilaporkan Polisi? diunggah di laman  www.kompas.com.


DC yang melakukan tindakan melawan hukum itu dapat dilaporkan ke kantor polisi terdekat. Apalagi, bila penagihan disertai dengan tindakan teror yang meresahkan.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri juga memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---