Artikel

Tiap Bulan, Lebih 1.000 Anak Jadi Tersangka Kejahatan

PEREMPUAN berinisial KS harus berhadapan dengan hukum dan mendekam di sel di saat usianya belum 17 tahun. Itu terjadi lantaran ia meradang dan sakit hati kerap disebut sebagai anak haram oleh ayah kandungnya. Dengan rasa marah, ia membunuh sang ayah.

Pengungkapan kasus bermula saat seorang warga menemukan jenazah di Pasar KBT, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Sabtu dini hari, 22 Juni 2024. Warga melapor ke polisi dan petugas pun melakukan identifikasi terhadap jenazah. Polisi menemukan luka tusukan sebanyak dua lubang di bagian dada.

 

Usut punya usut, pelaku yang membunuh korban berinisial S itu tak lain dan tak bukan adalah KS, anak kandungnya sendiri. KS tak sendiri melakukan aksi itu. Adiknya berinisial PA (16) pun terlibat. Polisi mengumpulkan sejumlah barang bukti seperti pisau dapur dan kayu papan cucian yang menjadi alat pembunuhan. KS dan P dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.  Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.

 

“Statusnya yaitu anak berhadapan dengan hukum, penetapan tersangka sebutannya anak berhadapan dengan hukum,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dikutip dari artikel berjudul Dimarahi dengan Sebutan Anak Haram, ABG Perempuan Berusia 17 Tahun Ini Bunuh Ayah Kandung diunggah di laman www.inews.id.

 

Kombes Pol Ade mengatakan KS membunuh ayah kandungnya karena sakit hati. KS mengaku kerap dimarahi, dipukul, hingga dituduh mengambil barang milik ayahnya.

 

“Bahkan pernah dikatakan anak haram, ini berdasarkan keterangan tersangka,” ujar Kombes Pol Ade.

 

KS dan P bukan satu-satunya anak yang berhadapan dengan hukum sebagai tersangka kasus pembunuhan. Di Lampung Tengah, seorang anak berinisial AEA (17) dijerat dengan pasal berlapis atas kasus dugaan pembunuhan terhadap Briptu Singgih Abdi Hidayat. AEA kemudian ditahan di Mapolres Lampung Tengah.

 

“Yang bersangkutan, tersangka AEA diterapkan pasal berlapis yakni Pasal 338 dan Pasal 365 KUHP tentang pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan,” ungkap Kabid Humas Polda Kampung Kombes Pol Umi Fadillah Astutik dikutip dari artikel berjudul Remaja 17 Tahun Jadi Tersangka Pembunuhan Anggota Polisi di Lampung Tengah diunggah di laman www.liputan6.com.

 

Peristiwa yang terjadi pada Maret 2024 itu. AEA mengaku membunuh Briptu Singgih karena ingin menguasai barang-barang milik korban seperti mobil dan ponsel. AEA mengajak korban ke sebuah tempat karaoke dan memberikannya minuman keras hingga korban mabuk. Briptu Singgih tak sadarkan diri. Karena mabuk berat, Briptu Singgih meninggal.

 

Ada pula cerita dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Seorang remaja yang masih berusia 13 tahun ditetapkan sebagai tersangka atau anak yang berhadapan dengan hukum. AW ditangkap beberapa hari setelah membunuh teman bermainnya gara-gara game online.

 

“Setelah kejadian, tersangka melarikan diri ke wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Sambas,” ungkap Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Raden Petit Wijaya dikutip dari artikel berjudul Kronologi Bocah 13 Tahun di Sambas Bunuh Teman Mainnya Gara-gara Game Mobile Legend diunggah di www.kompas.com.

 

Lebih 8.000 Anak Berhadapan dengan Hukum sebagai Tersangka

KS, P, AEA, dan AW merupakan contoh dari beberapa anak yang berhadapan dengan hukum kemudian menjadi tersangka. Data di EMP Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan sejak Januari hingga 10 Juli 2027, sebanyak 8.351 anak menjadi tersangka berbagai kasus kejahatan dan kekerasan. Data itu didapat dari EMP Pusiknas yang diakses pada Kamis 11 Juli 2024.



 

Mei menjadi bulan dengan jumlah terbanyak anak yang ditetapkan sebagai tersangka kasus kejahatan yaitu pada 1.481 anak. Jumlah anak yang menjadi tersangka mengalami tren fluktuatif. Namun perlu menjadi perhatian, setiap bulan, lebih seribu anak ditetapkan sebagai tersangka.

 

Adapun Polda Sumatra Utara menjadi polda yang paling banyak menindak anak yang berhadapan dengan hukum. Sejak awal tahun, Polda Sumatra Utara menindak 1.046 anak yang berhadapan dengan hukum sebagai tersangka. Sementara Polda Kalimantan Utara merupakan polda dengan jumlah anak paling sedikit yang berhadapan dengan hukum yaitu 17 anak.

 

Polri menangani anak-anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (SPA). UU itu memberikan amanat kepada lembaga hukum untuk memberikan perlakuan dan penanganan yang berbeda terhadap anak, tidak seperti peradilan terhadap pelaku dewasa.

 

Menurut UU SPA, anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum atau tersangka, korban tindak pidana, dan saksi. Aturan ini berlaku bila anak belum berusia 18 tahun dan tengah mengikuti proses penanganan perkara mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan.

 

Anak yang berhadapan dengan hukum harus diperlakukan secara manusiawi sesuai kebutuhan seusianya, dipisahkan dari orang dewasa, diterapkan dengan kegiatan rekreasional, bebas dari penyiksaan yang merendahkan martabat dan derajatnya, tak dijatuhi pidana mati atau seumur  hidup, dan identitasnya tidak dipublikasikan. Selama proses peradilan, anak berhak mendapat pendampingan orang tua atau wali.

.




Data di EMP menunjukkan 40.079 anak berhadapan dengan hukum sejak Januari 2024. Sebanyak 20,83 persen anak berkonflik dengan hukum atau terlapor atau tersangka atau pelaku. Sementara 49,37 persen anak menjadi korban tindak pidana. Sedangkan 29,78 persen anak menjadi saksi tindak pidana.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---