Artikel

Tren Penindakan Meningkat, Sudah Banyakkah Korban Sadar untuk Melapor?

POLRI menindak 5.271 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran rumah tangga sejak awal 2022 hingga artikel ini ditulis, Selasa 11 Oktober 2022. Jumlah tersebut lebih banyak ketimbang rentang waktu yang sama di 2021.

 

Tahun lalu, Polri menindak 4.407 kasus KDRT di seluruh Indonesia. Itu mengindikasikan jumlah kasus KDRT makin tinggi. Kemungkinan besar, makin banyak korban yang berani dan sadar melaporkan KDRT yang dialami ke kepolisian. Sehingga polisi pun melakukan penegakan hukum untuk menindak tersangka.

 

Data itu didapat dari e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri yang diakses pada Selasa, 11 Oktober 2022. Data tersebut menunjukkan jumlah penindakan terhadap KDRT dari awal 2022 terjadi peningkatan angka.


 

Dari data tersebut, Polri mendapat laporan kasus KDRT dari 5.255 pelapor. Sementara jumlah terlapor sebanyak 4.886 orang.

 

Data di e-MP menunjukkan terjadi penindakan kasus KDRT dari semester ke semester. Angka kasus KDRT sempat menurun pada semester 2 di 2021, lalu meningkat pada semester 1 di 2022.

 

Bahkan di tiga bulan di semester dua di 2022, angka kasus KDRT mencapai 2.087 perkara. Jumlah tersebut mencapai 65,54 persen dari jumlah total di semester pertama di 2022.

 


Begitu pula dengan jumlah pelapor kasus KDRT. Data di e-MP menunjukkan terjadi peningkatan jumlah pelapor. Pada 2020, Polri mendapat laporan dari 5.491 orang. Jumlah tersebut naik pada 2021. Sementara data pelapor pada 1 Januari sampai 11 Oktober 2022 yaitu 5.256 orang, atau 94,77 persen mendekati jumlah pelapor di 2021.

 


 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga mengajak semua pihak untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan yang dialami atau disaksikan. Menteri Bintang memastikan ada jaminan akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan mendapatkan penanganan perkara pidana secara proporsional.

 

Menteri Bintang pun mengatakan pihak berwajib memberikan perlindungan pada korban tindak kekerasan dan penelantaran dalam ruang lingkup rumah tangga. Penegakan hukum, ujar Menteri Bintang, harus sesuai dengan hak asasi manusia dalam konstitusi UUD 1945.

 


 

“Pemerintah wajib memenuhi dan melindungi hak asasi perempuan salah satunya melalui Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang mengatur langkah-langkah antisipasi lahirnya kekerasan baru, serta adanya kejelasan sanksi bagi pelaku kekerasan, dan memastikan ada jaminan akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas keadilan korban," ujar Menteri Bintang dikutip dari artikel berjudul Minta Tindak Tegas Pelaku KDRT, Kemen PPPA: Implementasikan UU 23 PKDRT dengan Hukuman Maksimal di laman www.polri.go.id.

 

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).