Artikel
Waspada Sosmed, Pintu Masuk Tindak Pidana Perdagangan Orang

SEORANG perempuan asal Garut, Jawa Barat, patut bersyukur. Niatnya,
perempuan berinisial NAS itu hendak membeli sebuah barang melalui sistem cash
on delivery (COD), tapi ia malah nyaris menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang (TPPO) alias human trafficking. Beruntung, NAS lepas
dari praktik perdagangan orang.
Kasus itu diceritakan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut
AKP Dede Sopandi pada Juni 2022. Sekelumit cerita itu ditulis dalam sebuah
artikel berjudul Kisah Perempuan Garut yang Lolos dari Mafia Perdagangan Orang
di laman www.republika.co.id.
“Tersangka telah mencoba perbuatan pencabulan terhadap korban
perempuan berinisial NAS (19), yang tadinya akan dijual kepada lelaki hidung belang,”
ungkap AKP Dede.
Kejadian bermula saat NAS mengakses media sosial dan berkenalan
dengan seorang pria berinisial IR (29) pada akhir 2021. Sejak itu, keduanya
kerap berkirim pesan dan bertukar nomor ponsel.
April 2022, tersangka mengunggah sebuah topi. Tersangka mengaku
itu sebagai barang dagangannya. NAS berniat membeli topi itu dengan sistem
pembayaran melalui pertemuan alias COD. Keduanya janji bertemu di Alun-Alun
Garut. Tapi IR tak membawa topi dan malah mengajak NAS menemui temannya.
Korban menolak namun tersangka berjanji akan mengantarnya pulang.
Bukannya pulang, IR membawa NAS ke tempat lain. IR menawarkan sejumlah uang
dengan syarat NAS menemani temannya di sebuah penginapan untuk berhubungan seks
dan menenggak minuman keras.
NAS menolak dengan tegas. IR terus menggoda dengan cara memeluk
dan melakukan pelecehan pada tubuh NAS. NAS berusaha kabur namun gagal. NAS
juga mendengar IR menelepon temannya. IR menawarkan NAS ke temannya dengan
bayaran Rp300 ribu.
Korban terus berusaha menolak. Hingga akhirnya, NAS kabur,
bersembunyi, dan meminta pertolongan petugas keamanan untuk diantar pulang.
Lalu, korban melaporkan kasus itu ke Polres Garut.
“Kami jerat dengan tersangka Pasal 298 juncto Pasal 290 ayat 1
KUHP. Ancaman kurungan 9 tahun,” lanjut AKP Dede.
AKP Dede menjelaskan TPPO belum terjadi berdasarkan hasil
pemeriksaan dari saksi, korban, dan tersangka. Korban sudah lebih dulu kabur
dan menyelamatkan diri.
Pelaku manfaatkan media sosial
Namun, kejadian tersebut tidak boleh disepelekan. Kisah NAS bukan
satu-satunya. Sebagian besar, pelaku TPPO kebanyakan menggunakan media sosial
untuk menggaet korban. Melalui media sosial, pelaku TPPO mudah memalsukan
identitas.
“Mereka (pelaku) juga menghilangkan identitas, ini orang mana tidak
diketahui karena lewat digital itu perekrutannya untuk menghilangkan identitas
pelaku,” ungkap Project Clerk International Organization for Migration
(IOM) Sukabumi Fitri Lestari dikutip dari artikel berjudul Wanita Sukabumi jadi
Target Pelaku Perdagangan Manusia di laman www.detik.com.