Artikel

Penculikan Anak di Wamena, antara Keresahan dan Berita Bohong

RESAH. Satu kata yang muncul akibat isu penculikan anak yang muncul di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. Isu itu mengakibatkan kerusuhan dan bentrokan antarwarga. Belasan orang meninggal dan terluka.

“Ada orang yang ditahan, sementara 13 orang,” ungkap Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo dikutip dari artikel berjudul Polri Tahan 13 Orang Terkait Kerusuhan di Wamena diunggah di laman www.tribratanews.polri.go.id.

Kerusuhan terjadi pada Kamis, 23 Februari 2023. Kerusuhan bermula saat warga menduga penculikan anak terjadi di sekitar tempat tinggal mereka. Warga mencurigai sebuah mobil yang melintas di Sinakma, Wamena. Warga menghentikan laju mobil.

Polisi yang mendapatkan laporan tersebut segera mendatangi lokasi. Kepolisian berusaha memediasi. Namun suasana memanas. Sekelompok orang menyerang polisi. Mereka melemparkan batu ke polisi. Polisi berusaha meredakan kerusuhan, namun, peringatan tak diindahkan.

Mereka kadung emosi setelah termakan informasi mengenai penculikan anak di daerah tersebut. Padahal informasi itu hoaks alias bohong.

“Kericuhan di Wamena dipicu hoaks atau isu yang tidak benar tentang penculikan anak di bawah umur,” ujar Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri dikutip dari artikel berjudul Kapolda Papua: Kerusuhan di Wamena Dipicu Hoaks Penculikan Anak di laman www.kompas.com.


Keresahan orang tua

Kerusuhan di Wamena terjadi akibat warga yang mendapat informasi mengenai penculikan anak, namun informasi itu ternyata tidak benar alias hoaks. Bukan tanpa alasan bila para orang tua resah dengan penculikan anak. Sebab, sejak awal 2023, penculikan anak terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Satu di antaranya penculikan anak berusia 11 tahun di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Januari 2023. Korban berinisial MFS diajak seorang pesepeda motor dengan iming-iming uang Rp50 ribu. Pelaku menculik dan membunuh korban. Setelah ditangkap, pelaku mengaku menculik dan membunuh korban karena tergiur dengan penawaran jual-beli ginjal di media sosial.

Penculikan anak tidak lagi berujung pada uang tebusan. Pelaku melakukan tindakan tersebut untuk mengeksploitasi korban. Misalnya memperdagangkan anak dan mempekerjakan anak untuk kejahatan seksual atau prostitusi. Sehingga apapun latar belakang keluarganya, anak-anak berisiko menjadi korban penculikan.

Baca: artikel berjudul Orang Tua Wajib Tahu! Penculikan Anak Rawan Terjadi pada Sore Hari

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan jumlah anak yang menjadi korban penculikan, sejak awal 2023, mencapai 14 orang. Nahar pun meminta semua pihak bersama-sama memberikan perlindungan pada anak dengan sebaik-baiknya.


Deputi Nahar mengingatkan masyarakat segera melapor ke kepolisian terdekat bila mendengar dan melihat kasus penculikan anak. Laporan juga dapat ditujukan ke Kemen PPPA melalui layanan SAPA 129 dengan menghubungi nomor layanan 129, atau aplikasi pesan WhatsApp di nomor 08111129129.

 

Jangan termakan informasi

Meski demikian, bila mendapat informasi mengenai penculikan, warga sebaiknya segera berkoordinasi untuk memastikan informasi tersebut. Alih-alih melindungi korban, informasi bohong justru memicu kerusuhan. Bahkan, menelan mentah-mentah informasi itu dapat mengakibatkan korban tewas maupun luka, serta berurusan dengan hukum.

Itulah yang terjadi di Wamena pada Kamis 23 Februari 2023.  Curiga dengan sebuah mobil yang melintas membuat warga setempat main hakim sendiri. Warga curiga mobil tersebut berkaitan dengan isu penculikan anak di Wamena. Polisi setempat datang untuk menenangkan warga. Namun upaya itu tak berhasil. Warga yang kadung emosi malah menyerang aparat. Belasan orang menjadi korban luka dan tewas. Belasan lainnya dibekuk kepolisian.

Hingga artikel ini ditulis, kepolisian masih mendalami asal muasal informasi penculikan yang mengakibatkan kerusuhan. Namun Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri menegaskan informasi itu tidak benar.

Penyebaran informasi telah diwanti-wanti oleh pemerintah dan kepolisian kepada masyarakat. Sebab, penyebaran informasi dapat mengakibatkan hal-hal tak diinginkan. Bahkan, pelaku penyebarnya, baik sengaja maupun tak sengaja, dapat berurusan dengan kepolisian dan pidana penjara.

Terlebih di masa kini, penyebaran informasi terbilang mudah seiring dengan penggunaan smartphone dan media sosial. Pengguna smartphone dan media sosial perlu mengimbangi diri dengan kemampuan literasi digital. Bila itu tak dilakukan, penyebaran berita bohong semakin merajalela.

 


 

Sejak awal tahun, kepolisian menindak 10 perkara penyebaran berita bohong di Indonesia. Jumlah perkara pada Februari 2023, yaitu 6 kasus, lebih banyak ketimbang Januari yaitu 4 perkara.

Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur menjadi satuan kerja tingkat provinsi yang mendapat laporan paling banyak. Enam polda lain pun mendapat laporan mengenai penyebaran berita bohong.


Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

--- Pusiknas Bareskrim Polri, Valid dan Tepercaya ---